REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Konflik antar lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian Negara RI (Polri) terkait kewenangan menyidik kasus Simlator SIM sepertinya kian meruncing. Hal itu terlihat setelah KPK berhasil meminjam Rumah Tahanan (Rutan) Guntur milik TNI.
"Apalagi dalam perseteruan tersebut KPK mulai 'melibatkan' TNI dengan bekerja sama dalam pengunaan Rumah Tahanan (Rutan) Guntur milik TNI," kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S. Pane di Jakarta, Ahad (16/9).
Manuver KPK yang meminjam Rutan TNI ternyata berhasil membuat para perwira tinggi (pati) Polri cemas. Kecemasan ini kian tinggi tatkala beredar kabar bahwa KPK mulai mengusut sejumlah dugaan korupsi di Polri yang makin banyak dilaporkan masyarakat pasca-kasus Simulator SIM.
"Elit Polri khawatir para pati yang menjadi tersangka korupsi akan ditahan di Rutan TNI," kata Neta.
IPW menilai penarikan 20 penyidikan tersebut adalah bagian dari aksi balasan Polri terhadap manuver KPK yang mulai 'melibatkan' TNI. Secara jangka panjang penarikan ini akan melumpuhkan KPK dan membuat konflik KPK-Polri kian terbuka lebar.
Hal ini mengingat 110 penyidik KPK adalah anggota Polri. Jika konflik KPK-Polri menajam diperkirakan Presiden akan pusing melihat perangkat-perangkat di bawahnya cakar-cakaran.
"Di sisi lain menajamnya konflik KPK-Polri akan membuat penanganan kasus korupsi besar, seperti Century, Wisma Atlet dan Hambalang yang diduga melibatkan Anas Urbaningrum serta Andi Mallarangeng mengambang dan tidak akan pernah tuntas," kata Neta.