REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - Limbah industri dan limbah rumah tangga yang dibuang ke muara sungai di Denpasar Selatan, ikut merusak tanaman mangrove di Pulau Serangan. Karena itu kata Penerima Kalpataru 2011 Bidang Penyelamat Lingkungan, Wayan Patut, pemelliharaan lingkungan di kawasan itu harus dilakukan secara terus menerus.
"Kita tidak bisa membiarkannya begitu saja, tapi tanaman bakau itu harus dirawat, hingga pohon terlihat lebih kokoh," kata Patut pada Republika, di Denpasar, Bali, Ahad (16/9).
Hal itu dikemukakan Patut sehubungan kegiatan Penanaman 10.000 pohon Mangrove di kawasan Pantai Serangan dan Pantai Mertasari, Bali pekan lalu. Program ini selain sebagai bagian dari CSR Pertamina "Menabung 100 Juta Pohon", juga merupakan bentuk komitmen perusahaan dalam mendukung Gerakan 1 Milyar Pohon yang dicanangkan oleh Presiden RI.
Dikatakan Patut, selain Pertamina, sejumlah perusahaan swasta sebelumnya sudah melakukan kegiatan serupa di tempat yang sama. Namun penanaman mangrove itu nyaris tidak membuahkan hasil, karena penanaman tanpa tindak lanjut. "Kalau sekedar menanam, lalu ditinggal, akan menjadi kegiatan yang sia-sia saja," katanya.
Menurut Patut, yang dikenal menjadi pegiat pelestarian terumbu karang di kawasan itu, limbah industri yang dialirkan ke sungai oleh sejumlah pengusaha akan membunuh mangrove. Karenanya tambah Patut, perlu ada upaya penyadaran kepada para pengusaha agar tidak membuat limbah industrinya ke sungai. Selain itu, limbah-limbah pelastik yang dibuang ke aliran sungai, kerap menghanyutkan pohon bakau, terutama ketika arus sedang kencang.
Selain itu kata Patut, di kawasan Pulau Serangan juga menjadi tempat hidupnya tiram atau kerang dan mereka sering menempel di batang mangrove. Kalau pohon mangrove masih kecil, maka tiram yang menempel akan membuat batang mangrove membusuk. "Jadi mangrove yang masih kecil harus tetap dirawat, harus selalu diawasi perkembangannya," kata Patut.