REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Aksi unjuk rasa terkait film 'Innocence of Muslims' yang menyudutkan Amerika Serikat (AS), adalah buntut panjang pelecehan negara adidaya itu terhadap dunia Islam. Umat Islam terlanjur 'muak' dengan tindak tanduk Negeri Paman Sam.
Pakar politik Univeristas Amerika di Kairo, Emad Shahin menilai umat Islam tidak sekali dua kali menjadi korban AS. Tak heran bila Washington menjadi sasaran kemarahan umat Islam. "Itulah alasannya," sebut dia menyikapi intensitas aksi demo yang terfokus pada AS, seperti dikutip nytimes.com, Selasa (18/9).
Menurut Emad, umat Islam dunia naik pitam saat AS menginvasi Irak atas dalih senjata pemusnah massal. Kegeraman muslim dunia berlanjut saat tentara AS ketahuan menyiksa para tahanan Irak.
Belum reda kemarahan umat Islam, AS kembali berulah. Kali ini pembakaran kitab suci Alquran oleh tentara AS dan pastor dari Florida, Terry Jones yang membuat rapor AS kian buruk di kalangan muslim.
“Pesan yang Anda dapat disini adalah mereka tidak peduli keyakinan Anda, karena mereka merendahkan Anda kapan saja tanpa peduli dengan perasaan Anda,” kata Emad.
Khaled Ali (39), seorang pekerja tekstil mengatakan tidak pernah dalam sejarah umat Islam menghina Nabi Musa AS, bahkan Nabi Isa AS. Jadi, tidak salah apabila umat Islam meminta barat menghormati Nabi Muhammad SAW. “Barat, utamanya AS harus meminta maaf soal masalah ini,” kata dia.
Ismail Mohamed (42), imam di Jerman, mengatakan menghina dan melecehkan prinsip dasar dari kepercayaan agama tertentu bukanlah kebebasan berekspresi, melainkan pelanggaran terhadap kebebasan beragama. “Negara dan masyarakat Barat harus memahami ini,” selorohnya.
Youssef Sidhom, editor surat kabar komunitas Koptik, Watani menilai Mesir pernah melarang peredaran film 'Da Vinci Code' karena film ini dianggap menghina aspek keyakinan Kristen. “Saya kira, ini juga harus berlaku pada film 'Innocence of Muslim'. Itulah reaksi yang diharapkan umat Islam,” tegasnya.