REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta pembuat film anti-Islam Innocence of Muslims ditindak dengan hukum ekstrateritorial. Dukungan lembaga negara-negara Islam OKI menjadi penguat agar standar universal hak asasi manusia tak bisa dimasukkan dalam syariah agama Islam.
"Meski sikap Muslim Indonesia terlambat bersikap tapi sudah jelas menolak film tersebut dan bagus karena tak mengikuti aksi anarkis di negara lainnya. Penanganannya bisa melalui proses extraterritorial law, "ungkap Ketua Bidang Hubunga Luar Negeri MUI KH Muhyiddin Junaidi di kantornya, Rabu (19/9).
Ketegasan sikap umat Muslim diacunginya jempol karena sangat memperhatikan syariat. Tentunya, imbuh Muhyiddin, film buatan Nakoula itu menghina umat Islam karena ceritanya melenceng dari risalah dakwah Rasulullah. "Itu ekspresi ketidaksukaan dari pihak luar yang sengaja agar tekanan emosi Muslim naik," tegas Muhyiddin.
Sejauh ini sikap pemerintah Indonesia melalui pernyataan Presiden SBY pun resmi menolak. Visualisasi Rasulullah ditegaskan Muhyiddin tidak dibenarkan bahkan diharamkan. Di Indonesia, hal itu diperkuat dalam fatwa MUI Nomor 12 tanggal 2 Juni 1988. "Para nabi, rasul, dan keluarganya haram divisualisasikan lewat film,"terangnya.