Rabu 19 Sep 2012 20:11 WIB

Cerita Dahlan dan Dua Bocah Gelandangan di Monas

Menteri BUMN Dahlan Iskan.
Foto: Antara/Noveradika
Menteri BUMN Dahlan Iskan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Bagi sebagian pihak, Dahlan Iskan adalah sosok pembaharu birokrasi Indonesia. Setidaknya hal itu yang terjadi di PT PLN Persero. Perusahaan listrik negara itu, mantan CEO Jawa Pos ini memangkas segala bentuk birokrasi yang menghambat kinerja perusahaan.

Gebrakan Dahlan tak berhenti sampai disitu. Ketika menjabat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), gebrakan-gebrakannya dan ide-ide bernasnya terus berlanjut.

Jika menilik dari kesehariannya, Dahlan, boleh dibilang sosok yang unik jika disejajarkan dengan para pejabat di tanah air. Semisal, ketika menjabat Dirut PT PLN, ia menolak segala bentuk fasilitas. Setiap pagi pada hari kerja, Dahlan Iskan selalu melakukan olah raga di seputaran Monumen Nasional (Monas).

Biasanya, Dahlan memulai aktivitas pembugaran diri mulai pukul 05.30 WIB dan berakhir sekitar pukul 06:30 WIB, untuk selanjutnya masuk bekerja di kantornya, di Gedung Kementerian BUMN di Jalan Merdeka Selatan yang berhadapan langsung dengan Monas.

Pada Rabu pagi (19/9) itu, ketika Dahlan sedang asyik melakukan senam pagi, ada dua orang anak yang mengikuti gerakannya. Dahlan pun membiarkan keduanya ikut gerak badan, maju mundur ke kiri dan ke kanan, dan bahkan keduanya sekali-kali bergerak sambil berjoged.

Namun usai melakukan senam pagi, kedua bocah yang belakangan diketahui bernama Ilham Rosul Syaputra berusia 13 tahun, dan Hendrik Rendiansyah berumur 10 tahun itu, tetap saja berada dekat Dahlan.

Dahlan pun penasaran dan langsung menyapa. Awalnya keduanya malu-malu, namun akhirnya mau diajak berdialog. Selain menanyakan mengapa sepagi itu keduanya sudah berada di kawasan Monas, Dahlan juga mencari tahu daerah asal, serta latar belakang keluarganya.

Keduanya mengaku menjadi tuna wisma dan berada wilayah Monas sejak berumur lima tahun, dan tidak mengenal lagi orangtuanya karena lama tidak bertemu.

Keadaan tersebut sepertinya memaksa anak di bawah umur tersebut harus mengamen atau bahkan meminta-minta dari satu bis ke bis kota lainnya, dari satu terminal ke terminal lainnya untuk sesuap nasi.

Ilham menceritakan, dirinya pernah bertemu dengan orangtuanya sekitar dua tahun lalu. Namun hingga janji

orangtuanya untuk menemuinya kembali tidak pernah terwujud.

Tidak ingin berlama-lama ngobrol karena harus menyelesaikan beberapa pekerjaan pada hari itu, Dahlan pun mengajak kedua bocah tersebut ke ruangannya di lantai 19 Kantor Kementerian BUMN.

Setibanya di ruang kerjanya, Dahlan langsung menyerahkan anak tersebut kepada staf khusus, Sahidin. "Din, ini ada dua anak, tadi ketemu di lapangan Monas. Dijaga ya, jangan sampai kabur," kata Sahidin, menirukan perintah Dahlan.

Kondisi kedua anak jalanan itu terlihat memprihatikan, pakaian sangat kumuh, rambut panjang, badan penuh daki seperti orang yang tidak mandi berminggu-minggu. "Yang satu (Ilham) pake sandal jepit, sedangkan Hendrik nyeker (tanpa alas kaki)," ujar Sahidin.

Dahlan pun memulai aktivitas pekerjaan berupa menandatangani sejumlah dokumen. Kedua anak tersebut dibiarkan bermain-main di ruangan Dahlan.

Keduanya terlihat aktif, berlari-larian, melihat-lihat pajangan berupa replika pesawat terbang, repilka kendaraan tempur tank yang ada di ruangan, dan bahkan sekali-kali tampak girang melihat Monas dari ketinggian.

Saat ditanyakan soal cita-cita, kedua anak tersebut tampak bingung. "Saya kan nggak sekolah. Nggak bisa baca," kata Ilham.

Akan tetapi ketika ditanya apakah mau jika disekolahkan, baik Ilham dan Hendrik langsung saling saling berpandangan terlebih dahulu, baru kemudian hampir bersamaan menangguk, pertanda setuju untuk mendapatkan pendidikan.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 09.00 WIB, kedua anak jalanan kemudian disuruh mandi, dan diberikan pakaian baru. Kedua anak tersebut akan dibawa ke Surabaya untuk dititipkan dan diberi pendidikan pada panti asuhan milik salah seorang teman Dahlan Iskan.

"Ya, malam ini (Rabu, 19/9) anak-anak itu akan dibawa. Menurut saya mereka itu tidak nakal, cuma saja kondisinya memprihatinkan sehingga butuh pembimbing," ujar Dahlan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement