REPUBLIKA.CO.ID, KH Anwar Hidayat, hakim pada sebuah pengadilan agama di Jakarta, sempat menegaskan, hukum Islam sangat elastis dan tidak kaku.
Justru dijatuhkannya sanksi berupa potong tangan bagi yang mencuri, dimaksudkan untuk menimbulkan rasa aman, rasa tenang, dan memberi efek pencegahan, sehingga orang akan takut untuk mencuri.
Penegasan Alquran yang mengatakan, orang yang mencuri harus dipotong tangannya itu menunjukkan untuk memberi ketenangan dan keamanan bagi umat.
“Itu pun tentu tidak asal menjatuhkan sanksi, tapi harus melalui proses yang diajukan ke pengadilan dengan berbagai bukti serta menghadirkan dua orang saksi laki-laki,” papar Kiai Anwar.
Ketua Jurusan Perbandingan Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, KH Ahmad Mukri Ajie, menuturkan, Rasulullah SAW dalam proses peradilan pidana sangat sedikit sekali mengeksekusi hukum potong tangan, termasuk hukum rajam bagi pezina.
Menurut Kiai Mukri, ketika datang seseorang mengaku berbuat zina, Rasulullah tak serta merta langsung merajam orang tersebut, tapi terlebih dulu diadili dan diproses cukup lama. Hal itu dicontohkan saat Maiz bin Malik menemui Rasulullah SAW seraya mengaku kalau dia telah berbuat zina.
Kasus zina yang kelihatan hukumannya menyeramkan, ternyata dalam dataran eksekusi di lapangan tidaklah mudah. Begitu sangat hati-hatinya sehingga nanti ada pihak penuduh di sana.
“Orang yang menyatakan si A berzina, tapi dia tidak bisa menghadirkan empat saksi mata, bukan lewat video, bukan lewat foto, enggak bisa itu,” papar Kiai Mukri. Keempat saksi mata itu juga disumpah.