REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Verifikasi partai politik (parpol) yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendapat hujan kritikan. Salah satu yang menjadi permasalahan adalah beberapa ketentuan yang berubah dengan permintaan di awal proses pendaftaran. Selain itu, pengisian sistem informasi parpol (sipol).
Menurut Wasekjen Partai Gerindra, Harris Bobihoe menilai, penggunaan sistem ini merepotkan dan merugikan parpol. Pasalnya, setiap parpol harus memasukan data per desa di dalam halaman yang berbeda. Padahal, akan lebih mudah jika dilakukan di dalam satu database global.
"Waktu untuk melengkapi berkas terus berjalan dan memasuki masa akhir pada 29 September mendatang. Data global kita punya, tapi memilah-milah per desa itu yang memperlambat kerjanya," jelas dia.
Pendapat senada juga disampaikan Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Fernita Darwis. Menurut dia, detil kewajiban yang harus dipenuhi parpol di Sipol tidak maksimal. Alasannya, karena melakukan input data bukan pekerjaan partai politik, melainkan KPU sebagai penyelenggara pemilu. "Partai hanya menyerahkan legalitas partai. Meng-entry data itu kerjaan KPU," tegas dia.
Tak hanya itu, kelengkapan data yang harus diisi pun dianggap bertentangan dengan Peraturan KPU Nomor 8/2012. Di peraturan itu, data yang diinput ke Sispol hanya ketua, sekretaris, dan bendahara. Sementara yang terjadi di Sipol, seluruh data pengurus harus dimasukan sesuai dengan KTA.
"Dalam kalimat yang sederhana, untuk Sipol kita minta diberikan kelonggaran. Karena memang belum maksimal. Apakah tetap mengisi ketua, sekretaris dan bendahara? Kita berharap, kalau memang harus semua pengurus, itu bisa dilakukan lewat dari tanggal 29. Tapi akan tetap kita lakukan,'' cetusnya.