REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Penelitian dan Pengembangan Lembaga Bantuan Hukum (Litbang LBH), Agung Widjaya, mengatakan, RUU Kamnas merupakan aturan yang mendaur ulang orde baru. Tujuannya, kata dia, yakni negara bisa mengkooptasi dan mengontrol masyarakat sipil.
Apalagi, kata dia, pendefenisian ancaman dalam UU tersebut tidak memiliki kejelasan. Karena itu, masyarakat yang mengeritik pemerintah bisa saja diartikan sebagai bentuk ancaman. "Tokoh agama pun bisa dianggap sebagai ancaman," ujar Agung, Ahad (23/9).
Tokoh agama, Benny Susetyo, menganggap ancaman yang ditampilkan hanyalah tipu muslihat. Malah, dia mempertanyakan kepentingan dibalik makna ancaman. "Jangan-jangan kepentingan penguasa untuk mempertahankan kekuasannya," ujar Benny.
Aktivis Muhammadiyah, Andar Wibowo, mengatakan pendekatan yang dijadikan solusi dalam aturan keamanan nasional masihlah secara represif. Padahal, lanjut dia, jika mengaca pada negara-negara lain, pendekatan yang dilakukan sudah meninggalkan budaya represif, yakni dengan mengedepankan pendekatan kebudayaan, ekonomi, atau pendidikan.
Karena itu, dia menganggap Indonesia saat ini tidak terlalu memerlukan RUU Kamnas. Seharusnya, kata dia, peningkatan kinerja intelijen dan kepolisian menjadi solusi. "Pemimpin tegas jugalah menjadi solusi utama," ujarnya.