Ahad 23 Sep 2012 22:33 WIB

AR Sutan Mansur, Bintang Muhammadiyah dari Barat (2)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Buya kemudian mendalami ilmu agama dengan berguru kepada Haji Rasul, seorang tokoh pembaru Islam di Minangkabau, selama kurun waktu 1910-1917.

Selama berguru, ia mendapatkan pengetahuan ilmu agama, seperti tauhid, bahasa Arab, kalam, mantiq, tasawuf, Alquran, tafsir, dan hadis.

Pada 1917, ia dinikahkan oleh sang guru dengan putri sulungnya yang bernama Fatimah. Fatimah juga merupakan kakak kandung Buya Hamka.

Setahun kemudian, Sutan Mansur dikirim sang guru ke Aceh, tepatnya ke Kuala Simpang, untuk mengajar di sana selama kurang lebih setahun (1918-1919).

Sejak remaja, Sutan Mansur memiliki keinginan untuk dapat melanjutkan studi ke Mesir. Tetapi, pemberontakan terhadap penjajahan Inggris yang terjadi di Mesir menggagalkan keinginan tersebut. Terlebih lagi, ia juga tidak mendapatkan izin dari Pemerintah Hindia-Belanda.

Akhirnya pada 1920, ia memilih untuk merantau ke Pekalongan, Jawa Tengah, untuk berdagang batik dan menjadi guru agama Islam bagi para perantau dari Sumatra dan kaum Muslim lainnya. Selama di Pekalongan, ia sering melakukan interaksi dengan KH Ahmad Dahlan yang memang giat berdakwah di Kota Batik itu.

Perjumpaannya dengan pendiri Muhammadiyah inilah yang akan mengubah perjalanan hidup seorang AR Sutan Mansur di kemudian hari. Dia begitu terkesan dengan kefasihan Kiai Ahmad Dahlan dalam menjelaskan berbagai persoalan agama. Kepribadiannya yang lembut, bersahaja, serta rendah hati semakin menumbuhkan simpati dari banyak orang, termasuk dirinya.

Mengembangkan Muhammadiyah

Dari sang ulama besar itulah, Sutan Mansur banyak menimba pengetahuan mengenai Muhammadiyah. Maka, pada tahun yang sama, dia masuk menjadi anggota organisasi kemasyarakatan itu dan sekaligus berkenalan dengan sejumlah tokoh Muhammadiyah semisal KH AR Fakhruddin dan KH Mas Mansur.

Alasannya memilih untuk bergabung karena melihat semangat pembaruan yang disebarkan Muhammadiyah, yang mengajak umat untuk kembali ke ajaran Islam yang murni, sesuai dengan semangat yang sedang berkembang di Minangkabau.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement