REPUBLIKA.CO.ID, Samarkand. Kota yang terletak di tepian Sungai Zeravshan, sekitar 200 kilometer di sebelah timur Bukhara itu adalah salah satu kota bersejarah dan penting dari segi perkembangan arsitektur Islam di Uzbekistan khususnya dan di dunia pada umumnya.
Kota yang sudah berdiri sejak 700 tahun Sebelum Masehi (SM) ini pernah dikuasai oleh berbagai imperium.
Pada 329 SM, kota itu ditaklukkan Aleksander Agung. Dua abad kemudian, Samarkand menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Himyar (115 SM-33 M).
Saat itu, kota itu menjadi tempat bertemunya tiga kebudayaan, yakni Barat, Cina, dan Arab. Di abad ke-6 M, Samarkand jatuh ke dalam kekuasaan Kerajaan Turki.
Samarkand memasuki babak baru ketika penguasa Dinasti Umayyah menaklukkan wilayah itu pada abad ke-8 M. Sejak itu, Samarkand berada di bawah kekuasaan Islam, dan perlahan namun pasti ajaran Islam mulai diterima penduduk Samarkand.
Bahkan, wilayah itu bersama dengan Bukhara sempat menjadi pusat Islamisasi penting di kawasan Asia Tengah.
Setelah Dinasti Umayyah digulingkan Abbasiyah, Samarkand menjadi wilayah yang diperebutkan oleh penguasa Islam (Dinasti Abbasiyah) dan Cina. Di bawah kekuasaan Dinasti Abbasiyah, Samarkand tumbuh sebagai kota industri yang maju.
Di kota itulah, pertama kali industri kertas pertama di dunia muncul. Industri kertas pun akhirnya menyebar ke seluruh dunia Islam hingga Eropa.
Penguasa Abbasiyah yang bernama Al-Ma’mun kemudian memerintahkan putra-putra Asad bin Saman untuk memerintah Transoksania dari Samarkand. Keluarga Saman pada 875 M memproklamasikan berdirinya Dinasti Samanid dan menguasai Samarkand.
Setelah itu, Samarkand pun silih berganti dikuasai dinasti-dinasti Islam. Pada 999 M, kota itu di bawah kekuasaan Dinasti Qarakhanid. Kemudian dikuasai Dinasti Seljuk (1073 M), Dinasti Qarakhitai (1141 M) dan Dinasti Khawarizmia (1210 M). Saat dikuasai dinasti-dinasti itu, Samarkand belum mencapai masa kejayaannya.