REPUBLIKA.CO.ID, Memajukan dakwah Islam, menentang konspirasi yang merugikan Islam, dan membahas permasalahan masa depan umat Islam.
Ketiga isu utama itulah yang menjadi tujuan dibentuknya Liga Dunia Islam pada 1962.
Namun dalam perkembangannya, keberadaan Liga Dunia Islam dinilai banyak kalangan lebih banyak berperan sebagai juru bicara Pemerintah Arab Saudi, yang ketika itu tengah berseteru dengan Mesir, daripada sebagai organisasi yang independen.
Kuatnya pengaruh Arab Saudi dalam Liga Dunia Islam dikarenakan negara tersebut merupakan penyandang dana utama sejak permulaan organisasi itu dibentuk.
Kuatnya pengaruh tersebut juga tampak dalam jabatan Sekjen Liga yang selalu dipegang oleh orang Arab Saudi. Mereka adalah Muhammad Surur As-Sabban (1962-1972), Muhammad Salih Al-Qazzaz (1972-1976), Muhammad Ali Al-Harkan (1976-1983), dan Abdullah bin Umar bin Muhammad Naseef (1983-1990).
Setelah berakhirnya perang dingin antara Arab Saudi dan Mesir (1957-1967), Liga Dunia Islam perlahan-lahan mengubah sasarannya. Menyusul pembentukan Organisasi Konferensi Islam (OKI), Liga Dunia Islam mulai menekankan identitas mereka sebagai organisasi Islam yang supranasional dan independen di samping OKI.
Liga Dunia Islam kemudian lebih memfokuskan perhatiannya pada upaya membangun jaringan di antara organisasi budaya dan politik Islam. Dan, sejak 1970-an, kegiatannya lebih terfokus ke bidang koordinasi, dakwah, dan kesejahteraan sosial.
Karenanya, organisasi ini sering kali diklaim sebagai organisasi kebudayaan Muslim, organisasi masyarakat Islam, dan organisasi yang ingin mengabdi kepada kepentingan umat dan tidak bertindak sebagai agen pemerintah.