Kamis 27 Sep 2012 13:11 WIB

Divonis Tiga Tahun Penjara, Miranda Banding

  Terdakwa kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Goeltom usai mengikuti sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan.
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Terdakwa kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Goeltom usai mengikuti sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Vonis tiga tahun penjara telah dijatuhkan hakim Pengadilan Tipikor terhadap terdakwa kasus suap Miranda Swaray Goeltom. Mantan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI) yang terbukti menyuap sejumlah anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 terkait pemilihannya itu, juga didenda Rp 100 juta.

Atas vonis tersebut, Miranda mengatakan akan langsung mengajukan banding. "Saya kaget, saya tidak menyangka. Saya tidak berbuat apa-apa, Tuhan tahu saya tidak berbuat apa-apa karena itu saya akan naik banding," kata Miranda dalam sidang, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (27/9). Sedangkan JPU yang dipimpin oleh jaksa Supardi mengatakan pikiri-pikir.

Miranda oleh JPU didakwa melanggar pasal 5 huruf (1) huruf b Undang-undag No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) KUHP.

Ia didakwa memberikan 480 TC senilai Rp 24 miliar kepada sejumlah anggota Komisi IX DPR yang diberikan oleh pegawai Nunun Nurbaeti, Arie Malangjudo kepada perwakilan fraksi-fraksi yaitu Udju Djuhaerie (Fraksi TNI/Polri), Endin Aj Soefihara (fraksi PPP), Hamka Yandhu (fraksi Golkar), dan Dhudie Makmun Murod (fraksi PDI-Perjuangan) pada Juni 2004.

Cek pelawat dengan nilai per lembar Rp 50 juta tersebut dibagikan oleh Nunun Nurbaeti melalui anak buahnya Arie Malangjudo kepada fraksi TNI/Polri melalui anggota DPR Udju Djuhaerie sebesar Rp 2 miliar, fraksi PPP melalui sebesar Rp 1,25 miliar, fraksi Partai Golkar melalui Hamka Yandhu sebesar Rp 7,8 miliar dan fraksi PDI-P melalui Dhudie Makmun Murod sebesar Rp 9,8 miliar.

Pemberian tersebut diberikan berdasarkan pertemuan di rumah Nunun yang mempertemukan Miranda dengan Endin, Hamka dan Paskah Suzetta dengan maksud agar fraksi Golkar mendukung Miranda dalam 'fit and proper test' calon DGSBI, saat itu Nunun mendengar ada yang mengucapkan

kepada Miranda bahwa hal tersebut 'bukan proyek thank you', maksudnya untuk memberi imbalan kepada anggota DPR yang meilih Miranda. Nunun sendiri sudah diputus bersalah dengan vonis penjara 2,5 tahun dan anggota Komisi IX saat itu juga telah dihukum penjara dengan antara 1-2,5 tahun.

Cek perjalanan Bank Internasional Indonesia (BII) tersebut diketahui dikeluarkan untuk Bank Artha Graha (BAG) atas permintaan PT First Mujur Plantation and Industry (FMPI) untuk pembelian kebun sawit seluas 5.000 hektare dari seorang pengusaha bernama Ferry Yen atau Suhardi Suparman.

Ferry mendapat cek senilai Rp 24 miliar tersebut sebagai pembayaran pembelian lahan sawit dari Direktur Utama PT FMPI Hidayat Lukman alias Tedy Uban tapi pada Februari 2004 Ferry membatalkan transaksi pembelian tersebut dan akan membayar uang yang sudah dibayarkan secara mencicil.

Sayangnya sebelum kasus ini terkuak pada 2008, Ferry telah meninggal pada 2007 sehingga sumber dana cek pelawat itu pun tidak diketahui karena Nunun juga membantah bahwa ia memerintahkan Arie untuk memberikan cek terseut kepada para anggota DPR.

Hidayat Lukman yang sedang sakit dan dirawat di Rumah Sakit Mount Elizabeth Singapura dalam pernyataan tertulis yang sudah disumpah pada sidang itu mengungkapkan bahwa ia tidak mengenai Miranda, tidak mengetahui hubungan Ferry dengan Nunun atau Miranda.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement