REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan akan mengirim surat resmi kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terakit sebuah instrumen tentang antipenistaan agama yang berlaku secara internasional.
"Kalau memang sudah mulai dirumuskan dan dibicarakan, Insya Allah saya akan kirim surat resmi kepada Sekjen PBB, Presiden Majelis Umum PBB tentang ini sebagai usulan resmi Indonesia," kata Presiden dalam jumpa pers dengan para wartawan Indonesia di New York, Jumat (28/9), sebelum bertolak kembali menuju Jakarta.
Usulan protokol itu, kata Yudhoyono, akan diajukan Indonesia sebagai upaya mencegah berulangnya peristiwa-peristiwa menyangkut penistaan agama. Instrumen yang melarang penistaan agama itu diharapkan bersifat mengikat, sehingga harus diikuti dan dipatuhi oleh seluruh bangsa di dunia.
Presiden menyadari bahwa proses perumusan tidak akan mudah mengingat adanya perbedaan di antara 193 negara anggota PBB tentang prinsip kebebasan berbicara.
"Nah di sini sebuah perjuangan. Oleh karena itu saya tidak bisa menetapkan target (waktu, red), tapi akan bekerja sungguh-sungguh.... dan memberikan tugas kepada menteri luar negeri, duta besar untuk PBB, serta duta besar untuk Amerika Serikat," kata Yudhoyono.
Bagi Indonesia, papar Yudhoyono, penistaan yang dilakukan pemeluk agama tertentu kepada pemeluk agama lain tidak layak dianggap sebagai "freedom of speech" karena hal itu tidak sesuai dengan Pasal 29 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia, yang di Indonesia dimuat dalam UUD pasal 28 --yang mengatur bahwa hak dan kebebasan seseorang ada pembatasannya berkaitan dengan nilai moral dan ketertiban umum.
"Oleh karena itu saya katakan kebebasan tidak (bisa) absolut, apalagi kita hidup dalam perkampungan global, bertenggang rasa, saling menghormati, saling sensitif terhadap nilai-nilai keyakinan yang dianut oleh pihak lain," katanya.