REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sebelum pesawat Bravo AS Seri 202 dengan No registrasi LM 2003 jatuh saat atraksi udara di Bandung Air Show (BAS), Sabtu (29/9) siang, keluarga Letkol PNB Toni Hartono mengaku mendapatkan firasat buruk.
Adik Toni, Riska Anggandini mengatakan dua hari sebelum kecelakaan, Toni selalu mengeluarkan baju berwarna putih. Padahal, kata Riska, baju tersebut biasa digunakan mendiang saat ada upacara kematian.
"Namun begitu disimpan, pasti dikeluarkan lagi. Entah ini firasat atau bukan, itu kata baby sitter-nya," kata Riska saat berbincang dengan ROL, Sabtu (29/9).
Riska menurutkan semasa hidupnya Toni merupakan orang yang baik, sabar, dan sosok ayah yang perhatian kepada anak-anaknya. Toni juga dikenal sebagai pribadi yang humoris dan penyayang.
"Almarhum juga dikenal sebagai sosok yang rajin beribadah dan shaleh," jelasnya.
Dijelaskan Riska, sebelum bekerja sebagai instruktur di Bandung Pilot Akademi, Toni merupakan pilot pesawat tempur AURI di Makassar. Kemudian Toni menjadi instruktur di Yogjakarta, sebelum hijrah ke Jakarta dan bekerja di Dinas Kesehatan.
Riska mengungkapkan pascamengajukan pensiuan dini lulusan Angkatan Udara Adi Sucipto Angkatan 45 Yogjakarta itu menetap sebagai instruktur di Bandung Pilot Akademi.
Toni meninggalkan seorang istri dan dua orang anak lelaki, yakni Muhammad Hanif Auliasani Hartono dan Muhammad Hanif Auliasani Rafasya Hartono.
Dari pantauan ROL, suasana duka kental terasa di kediaman Toni, di Jalan Bapak Supino nomor 24 Paledang, Bandung, Jawa Barat. Toni adalah satu dari dua korban pesawat Bravo AS Seri 202 dengan No registrasi LM 2003 yang jatuh saat atraksi udara di Bandung Air Show (BAS), Sabtu (29/9) siang.