Ahad 30 Sep 2012 15:23 WIB

Penolakan RUU KPK Jadi Alat Pencitraan Parpol

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Dewi Mardiani
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penolakan terhadap RUU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tidak tulus. Empat fraksi di DPR yang melakukan itu dinilai Indonesia Corruption Watch (ICW) memiliki kepentingan politik, karena selama ini citra politik mereka hancur.

Sejumlah politisinya dari fraksi penolak RUU KPK terseret korupsi. Dari pantauan ICW, mereka adalah Fraksi Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat. ICW menilai, kalau memang mereka serius menolak, maka batalkan saja pembahasan RUU ini.

"Itu fraksi yang politikusnya ditangkap, itu adalah pencitraan terhadap rakyat. Kedua adalah fraksi-fraksi kecil di DPR yang membutuhkan dana besar untuk Pemilu 2014 nanti. Empat fraksi yang menolak UU KPK itu ada kepentingan politik sendiri," kata peneliti ICW, Agung Widadi, di Jakarta, Ahad  (30/9).

Revisi UU KPK dinilainya benar-benar menghilangkan kekuatan KPK. Lembaga adhoc ini nantinya menjadi 'macan ompong' dan kian tak berdaya memberantas korupsi. "Ini jelas menghilangkan kewenangan KPK. Dalam melaksanakan tugas KPK terbentur dalam dua hal, terutama saat menyelidiki korupsi politik dan korupsi lembaga penegak hukum," papar Agung.

Dia menduga, karena tugas KPK dalam pemberantasan korupsi, maka ada upaya DPR untuk mengurangi kewenangan KPK. "Ini yang membuat DPR belum menyetujui pembangunan gedung KPK. Bahkan DPR menginginkan revisi UU KPK," paparnya.

Dia menganggap hal itu tidak wajar. Pihaknya menyarankan agar DPR tidak merevisi UU KPK jika ingin menjaga citra politiknya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement