REPUBLIKA.CO.ID, BENGHAZI -- Ratusan warga Libya Sabtu (29/9) kemarin berkumpul di alun-alun Benghazi dan Tripoli untuk memenuhi seruan penyerahan senjata oleh militer. Sebagian datang dengan mengendarai kendaraan lapis baja, tank, kendaraan yang dilengkapi senjata anti-pesawat, serta ratusan peluncur roket.
Dialun-alun Martyr di pusat kota Tripoli, sedikitnya 200 mantan pejuang menyerahkan senjata mereka. Senjata itu termasuk dua tank.
Seorang ulama ikut mendesak para pejuang muda untuk menyerahkan senjata mereka. "Bangsa ini dibangun dengan pengetahuan, bukan (dengan) senjata," katanya sambil berdiri di alun-alun.
Di Benghazi, tenda-tenda didirikan di alun-alun untuk mengumpulkan senjata-senjata itu (termasuk bahan peledak). Sementara kaum pria mengantre untuk menyerahkan senjata mereka, perempuan dan anak-anak menyaksikan sambil mendengarkan marching band dan musik pop.
Seruan penyerahan senjata oleh kepala staf tentara Libya dipromosikan di sebuahstasiun televisi swasta, Libya, al-Hurrah, Agustus lalu. Stasiun TV tersebut selanjutnya juga menayangkan proses pengumpulan senjata pada Sabtu secara live serta pemindahannya ke barak militer.
Sebelum upaya tersebut terealisasi, tentara Libya memperoleh daya tarik atas peristiwaserangan terhadap kantor konsulat AS di Benghazi yang menewaskan seorang dutabesar dan tiga staf AS. Insiden itu lalu diikuti kecamuk menentang milisi bersenjata yang semakin menentang otoritas pemerintah.
Dua kamp milisi di Benghazi diserbu ribuan demonstran akhir pekan lalu. Sebagai tanggapan, pemerintah Libya meminta seluruh milisi untuk bubar atau bergabung dengan pusat komando koordinasi tentara dan milisi.
Kolonel Angkatan Darat Omran al-Warfali mengatakan, hasil dari seruan itu sangat mengesankan. "Ratusan warga datang sejak dini hari untuk menyerahkan senjata mereka," katanya, menambahkan bahwa mereka terdiri dari orang-orang tua, muda, juga perempuan. “Bahkan anak-anak yang menyerahkan peluru temuan mereka di jalan-jalan."
Pemerintah sebelumnya memperkirakan lebih dari 200 ribu warga Libya memiliki senjata. Mereka telah mencoba beberapa skema pelucutan senjata, termasuk dengan menawarkan pekerjaan sebagai alat pertukaran senjata, atau membelinya dari mereka. Namun semua penawaran itu menunjukkan hasil yang tidak signifikan.