Senin 01 Oct 2012 15:24 WIB

Sarkozy Perintahkan Bunuh Gaddafi, Benarkah? (2-habis)

Rep: Fernan Rahadi/ Red: Dewi Mardiani
Seorang warga Libya mengusung gambar Moamar Gaddafi saat muda dalam unjuk rasa di Benghazi
Foto: AP
Seorang warga Libya mengusung gambar Moamar Gaddafi saat muda dalam unjuk rasa di Benghazi

REPUBLIKA.CO.ID, Rami El Obeidi, mantan kepala hubungan internasional untuk dewan transisi Libya, mengatakan kepada Daily Mail bahwa dirinya mengetahui jika pemimpin Libya saat itu, Moamar Gaddafi telah dilacak melalui satelit telekomunikasinya saat ia berbicara dengan pemimpin Suriah, Bashar Al-Assad.

Menurutnya, Al Assad sengaja memberikan nomor telepon Gaddafi kepada pemerintah Prancis dengan harapan tekanan terhadap negaranya berkurang. "Dengan pertukaran informasi tersebut, Prancis memberikan janji untuk mengurangi tekanan politiknya kepada rezim Assad," kata mantan kepala intelijen asing pada pemberontakan yang melengserkan Gaddafi dari kekuasaan tersebut.

El Obeidi juga membenarkan bahwa pemerintah Prancis berperan sangat penting pada pembunuhan Gaddafi. Saat itu, kata dia, Prancis memberikan arahan kepada milisi Libya untuk menentukan lokasi Gaddafi sebelum akhirnya mereka berhasil menangkapnya di sebuah gorong-gorong di Sirte, Libya.

Intelijen Prancis mulai memonitor telepon satelit Gaddafi saat ia menelepon seorang loyalis seniornya, Yusuf Shakir dan Ahmed Jibril, seorang pemimpin milisi Palestina di Suriah. Dampaknya, intelijen Prancis bisa menentukan lokasi Gaddafi dan memonitor pergerakannya.

Meskipun saat itu intelijen Turki dan Inggris, termasuk Special Air Service (SAS), berada di Sirte, dan diinformasikan terkait rencana penyergapan Kaddafi, mereka tidak terlibat sama sekali di dalam operasi yang dinamai 'sebuah operasi eksklusif Prancis'. "Intelijen Prancis memainkan peranan penting terkait kematian Gaddafi, termasuk pembunuhannya," kata El Obeidi.

Laporan terbaru terkait kematian Gaddafi tersebut diperkirakan akan mempermalukan NATO, yang sejak awal menyatakan tidak menargetkan individu dalam operasi militernya ke Libya. Jet NATO memang merupakan yang pertama kalinya melakukan tembakan ke konvoi Gaddafi di Sirte dan membuat Gaddafi, yang berada dalam kondisi terluka, bersembunyi ke sebuah gorong-gorong bersama para pengawalnya.

Sebelumnya, Ben Omran Shaaban, pemuda berusia 22 tahun yang berada dalam kelompok penyerang Gaddafi, mengaku telah membunuh pemimpin Libya tersebut. Pemuda itu kemudian dilaporkan tewas di sebuah rumah sakit di Prancis pekan lalu. Ia sebelumnya dilaporkan dipukuli oleh para loyalis Gaddafi sebelum ditembak sebanyak dua kali.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement