Rabu 03 Oct 2012 23:57 WIB

Wakil Ketua MPR: Tuntutan Penghapusan Outsourcing Masuk Akal

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
 Sejumlah buruh melakukan aksi unjuk rasa di pintu masuk Jakarta International Container Terminal (JICT) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta,Rabu (3/10).(Wihdan Hidayat/Republika)
Sejumlah buruh melakukan aksi unjuk rasa di pintu masuk Jakarta International Container Terminal (JICT) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta,Rabu (3/10).(Wihdan Hidayat/Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tuntutan buruh agar pemerintah menghapus sistem kerja outsourcing dinilai masuk akal. "Substansi  tuntutan mereka masih rasional dan realistis," kata Wakil Ketua MPR, Hajriyanto Y. Tohari kepada Republika, Rabu (3/10).

Hadjriyanto mengatakan outsorching tidak sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Sistem ini bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. "Maka tuntutan penghapusan outsourching perlu mendapatkan perhatian segera" ujarnya.

Pemerintah tidak boleh mengabaikan tuntutan para buruh. Pemerintah harus mampu mengajak pengusaha dan buruh duduk bersama membahas persoalan yang dihadapi buruh.

Bila ini dilakukan Hadjriyanto percaya persoalan buruh akan bisa diselesaikan. "Saya yakin tidak ada permasalahan yg tidak bisa diselesaikan," katanya.

Menurut Hajriyanto buruh tenaga buruh tidak boleh dieksploitasi hanya untuk keuntungan majikan atau pengusaha. Buruh harus dilibatkan dalam berbagai urusan perusahaan.

 Ini penting supaya mereka tahu kondisi perusahaan secara menyeluruh dan komprehensif. "Agar tuntutan-tuntutannya sesuai dengan kemampuan perusahaan," katanya.

Kepedulian pengusaha terhadap nasib buruh sama saja menjalankan perintah agama. Hajriyanto menyatakan Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, "bayarlah buruhmu sebelum kering keringatnya".

 Sabda ini menurutnya mengandung arti bahwa buruh atau pekerja harus dihargai, dihormati, dijaga harkat martabatnya secara kemanusiaan yang adil dan beradab.

Hajriyanto menilai unjuk rasa yang dilakukan para buruh merupakan bagian dari demokrasi. Menurutnya Konstitusi memberikan jaminan kepada setiap warga negara untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement