REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pemerintah Provinsi Bali meminta sensor tayangan kekerasan yang ditampilkan stasiun televisi diperketat untuk mencegah terjadinya tawuran pelajar.
"Tayangan televisi sangat rentan berpengaruh terhadap perkembangan kejiwaan anak-anak yang masih labil," kata Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali Anak Agung Ngurah Gede Sujaya, di Denpasar, Kamis (4/10).
Proses panjang mengarahkan anak-anak di sekolah untuk berbuat baik, menurut dia, akan menjadi rugi ketika televisi menampilkan berbagai tayangan kekerasan secara vulgar.
"Kami khawatir anak didik kita akan meniru seperti di televisi, maka rugilah pembinaan selama ini karena mereka memiliki kelabilan emosional," ujarnya.
Sujaya menambahkan, usia muda merupakan masa mencari bentuk, mencari jati diri, dan ingin menampilkan diri sebagai pahlawan.
"Celakalah kalau kegiatan kekerasan itu dipandang sebagai bentuk kepahlawanan, sehingga kami sangat berharap tayangan televisi ke depan lebih baik," ujarnya.
Mengingat usia anak-anak dan remaja masih labil, Sujaya juga mengharapkan keterlibatan tokoh-tokoh masyarakat untuk memantau perkembangan anak-anak.
Sujaya mengatakan, selain memperketat sensor, para siswa perlu diprogramkan berbagai kegiatan positif di luar kelas seperti pramuka, pelatihan bela negara, paskibraka, siaga bencana dan sebagainya sehingga waktu luang siswa bisa digunakan untuk pengembangan diri.
"Sebenarnya di sekolah-sekolah sudah ada, ini yang kami minta pengawasan terpadu untuk bersama mengarahkan siswanya memilih salah satu program pengembangan diri tersebut," ujar Sujaya.