REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sekretaris Jenderal Forum Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti,
mengatakan terdapat beberapa indikasi masalah yang menjadi penyebab kekerasan dalam dunia pendidikan.
Diantaranya pendidikan yang tidak dialogis, tetapi cenderung searah. "Peserta didik tidak terbiasa menggunakan mulutnya untuk berdialog. Akhirnya, tangan dan kaki yang digunakan untuk menyelesaikan masalah," ujar Retno, Kamis (4/10).
Selain itu, tidak ada relasi seimbang antara guru dengan murid, antara sesama murid, serta antara guru dengan pimpinan sekolah. Akibatnya, guru terkadang bertindak menindas muridnya.
Kemudian, sistem pendidikan yang ada, ujar Retno, tidak membuat peserta didik kritis. Jam belajar yang lama dengan materi yang berat masih dilanjutkan dengan bimbingan belajar.
Sehingga tidak ada ruang bagi peserta didik untuk mengoptimalkan potensinya. Karena setiap murid dibebankan untuk mememnuhi tuntutan akademik.
"Di sisi lain, pendidikan tidak mempertajam pikiran dan menghaluskan perasaan. Sistem pendidikan cenderung memaksa dan tidak menghargai keberagaman. Menggunakan model sirkus yang lebih pantas untuk binatang," sindir Retno.
Menurut dia, sistem pendidikan yang ada tidak membuat peserta didik menjadi kritis. Seperti, jam belajar yang lama dengan mata pelajaran yang banyak dan materi yang banyak membuat peserta didik tertekan dan stres.
FSGI, lanjut Retno, menuntut manajemen sekolah agar tidak melindungi kekerasan yang dilakukan anak-anak. Meskipun pertimbangannya untuk menjaga nama baik sekolah. "Jangan demi pencitraan sekolah, tapi di sisi lain menyuburkan kekerasan di sekolah. Laporkan siswa yang melakukan kekerasan!" tegasnya.