REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto menyayangkan cara polisi saat menjemput salah seorang penyidik KPK, Novel Baswedan pada Jumat (10/6) malam. Ia menilai cara penjemputan Polri malam tadi mirip dengan cara Orde Baru.
"Kami perlu mengingatkan siapapun, apalagi penegak hukum. Bila ada yang tidak berkenaan maka selesaikan masalah dengan cara hukum dan tidak dengan melawan hukum apalagi dengan cara yang potensial disebut sebagai teror," ujar Bambang di gedung KPK Jakarta, Sabtu dinihari.
Bambang Widjojanto mengatakan kedatangan anggota Polda Bengkulu untuk membawa penyidik KPK, Kompol Novel Baswedan, dengan kasus penganiayaan berat tahun 2004 lalu.
Bambang Widjojanto, menjelaskan kejadian ini terjadi saat Novel menjabat sebagai Kasat Serse di Bengkelu periode 1999-2005. Saat itu, anak buah Novel melakukan pelanggaran hukum yang menyebabkan salah satu warga meninggal dunia, katanya di gedung KPK Jakarta, Sabtu dinihari. "Tindakan itu bukan dilakukan oleh saudara Novel," katanya.
Bambang Widjojanto menjelaskan, banyak yang aneh dari surat yang dibawa oleh Direktur Kriminal Umum Polda Bengkulu, Kombes Pol Dedi Irianto. Surat itu dibawa oleh Dedi pukul 18.00 WIB.
Lucunya, surat itu belum mendapat izin dari Pengadilan. Bukan saja izin, bahkan nomor suratnya pun tidak ada. "Bukan saja izin pengadilan, tapi nomornya juga belum ditulis," kata Bambang.
Menurut Bambang cara yang dilakukan polisi Jumat malam mirip dengan cara-cara yang dilancarkan oleh rezim Orde Baru terdahulu. Karena itu sambung Bambang, ancaman semacam itu seharusnya tidak dipergunakan lagi di era saat ini.
"Cukup sudah pengalaman menyakitkan masa lalu di era Orde Baru dan jangan ulangi lagi. Rakyat sangat marah kala itu," katanya.