REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah tergerak melakukan resolusi terhadap adanya perdamaian konflik Pemerintah Filipina dengan Front Pembebasan Islam Moro (MILF).
Muhammadiyah hendak menularkan perdamaian dan kerukunan yang tidak mustahil diwujudkan usai perdamaian.
"Ini bagian dari manifestasi islam sebagai rahmatanlilalamiin," ujar Ketua Umum PP Din Syamsuddin, di Kantor PP Muhammadiyah, Menteng Raya, Selasa (9/10).
Pasca konflik yang terjadi selama 40 tahun tersebut, nantinya Muhammadiyah akan terlibat dalam proses rekonstruksinya. Peran Muhammadiyah, misalnya dalam pembentukan Baitul Maal Tanwil (BMT), sertifikasi halal dan modernisasi Muhammadiyah.
Muhammadiyah telah menyusun roadmap Muhammadiyah 2020. Di mana nantinya Muhammadiyah akan mengambil peran dalam memajukan Bangsa Moro di bidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan dan sejenisnya. "Sungguh kehormatan bagi Muhammadiyah bisa mewakili ormas Islam dalam upaya perdamaian ini," ucapnya.
Setelah melalui pertikaian berdarah dan berbagai upaya perundingan perdamaian sejak 1996, akhirnya disepakati satu framework of agreement atau kerangka persetujuan. Keberhasilan dicapai dalam Perundingan Perdamaian putaran ke-32 antara Panel Perundingan Pemerintah Filipina dan Panel Perunding MILF di Kuala Lumpur pada 2-7 Oktober lalu.
Dengan dipimpin oleh fasilitator Tengku Dato Abdul Ghaffar dari Kantor Perdana Menteri Malaysia, perdamaian tersebut telah secara resmi disampaikan secara luas ke dunia internasional oleh Presiden Filipina Beniqno Aquino.
Muhammadiyah sendiri merupakan salah satu anggota International Contact Group (ICG), di samping The Henry Dunant Centre (Geneva), The Asian Foundation (Manila) dan Conciliation Resource (UK) serta perwakilan dari empat negara yakni Inggris, Jepang, Turki dan Saudi Arabia.