REPUBLIKA.CO.ID, Mahkamah Agung telah menganulir vonis mati yang dijatuhkan kepada terpidana kejahatan narkoba, Hanky Gunawan. Terkait itu, Komisi Yudisial tidak akan mengeksaminasi putusan Hakim Imron karena putusan tersebut sudah final.
Meski, Komisi Yudisial (KY) melakukan investigasi putusan Hakim Agung M Imron Anwari yang membatalkan hukuman mati pemilik pabrik narkotika.
Komisioner Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY, Suparman Marzuki, mencium aroma suap dan kongkalikong dalam putusan pembebasan hukuman mati gembong narkoba tersebut. "Saya tidak menuduh, tapi sulit sekali untuk tidak mengatakan tidak ada suap. Terpidana bukan pemain biasa tapi pelaku yang memang jam terbangnya sudah tinggi," kata Suparman.
Karena itu, kata Suparman, KY melakukan investigasi untuk mencari kemungkinan apakah ada suap atau tidak dibalik putusan Hakim Imron ini. "Umumnya sulit untuk membuktikannya tapi bukan berarti tidak bisa. Banyak hakim yang sudah dipecat, itu karena terungkap," kata Suparman.
Ia mengaku sudah mengantongi profil dan rekam jejak Hakim Imron."Hakim ini berkali-kali membuat putusan yang aneh. Saya tidak tahu apa motifnya," kata Suparman.
Karena itu, Suparman meminta Mahkamah Agung (MA) melakukan penyelidikan internal."Sebagai institusi MA jangan lepas tangan," kata Suparman.
Dalam putusan PK Hanky, disebutkan bahwa pertimbangan majelis hakim agung MA mengabulkan permohonan Henky karena menganggap hukuman mati bertentangan dengan Pasal 28 Ayat 1 UUD 1945 dan melanggar Pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Karena itu, putusan tersebut dengan sendirinya menganulir putusan kasasi MA yang menghukum mati Henky.