REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan survei yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2010, sekira 56 persen masyarakat Indonesia mengkonsumsi jamu.
Sementara 95 persen dari mereka mengakui manfaat jamu. Demikian yang diungkapkan Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Agus Purwadianto di Jakarta, Rabu (10/10). "Jamu terbukti menghidupi jutaan warga," sebut Agus.
Artinya, kata Agus, pangsa pasar jamu sangat besar dan captive market. "Devisa dari jamu nasional perlu dipertahankan, dengan cara membina industri, terutama kecil dan menengah," papar pria yang juga staf Ahli Menteri Kesehatan (Menkes) bidang Teknologi Kesehatan & Globalisasi. (baca: Jamu Palsu Matikan Industri Jamu Tradisional).
Alasan itulah yang membuat IDI mengusulkan pemerintah membuat Undang-Undang Industri Jamu, dan terpisah dengan industri farmasi. IDI beralasan hal itu karena perlakuan terhadap industri jamu berbeda dengan industri farmasi. (baca: IDI Minta Pemerintah Bikin UU Khusus Jamu).
"Industri jamu lebih baik punya undang-undang sendiri dan terpisah dari RUU (Rancangan Undang-Undang). Pengawasan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga,” ujar Agus mengakhiri.