REPUBLIKA.CO.ID,PALU -- Sekretaris Komisi I DPRD Sulawesi Tengah Nawawi S Kilat menilai Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Pol Dewa Parsana lamban merespons kerja intelijen terkait gangguan keamanan di Poso dalam beberapa hari terakhir.
"Idealnya Kapolda dicopot. Mabes Polri sudah menyatakan bahwa Poso jadi tempat latihan perang. Ini tentunya laporan intelijen. Berarti Kapolda kita kurang tanggap atas analisis intelijen sehingga bisa terjadi aksi penembakan dan peledakan bom di Poso," kata Nawawi di Palu, Kamis (11/10).
Politisi Partai Demokrat itu mengatakan, kebijakan Kapolda mengganti Kapolres Poso AKBP Pulung Rohmadianto di tengah terjadinya gangguan keamanan di daerah bekas konflik itu tidak tepat momentumnya meskipun Kapolda menyatakan bahwa pergantian Kapolres itu tidak terkait dengan aksi kekerasan yang terjadi di Poso.
"Di media diberitakan alasan Kapolda mengganti Kapolres Poso karena Kapolres itu sudah senior. Justru menurut saya di Poso itu butuh Kapolres senior, tanggap dan berani," katanya.
Menurut Nawawi, jika karena alasan senior Kapolres Poso ditarik ke Polda mestinya Kapolda juga harus ditarik ke Mabes Polri dan Kapolri menempatkan Brigjen yunior di Sulawesi Tengah.
Nawawi mengatakan, kasus penembakan dan peledakan bom di Poso bukan kasus yang berdiri sendiri, tetapi sudah terkait dengan kasus nasional bahkan internasional.
Menurut Nawawi, Mabes Polri sebelumnya menyebutkan bahwa beberapa orang yang diduga terlibat dalam kasus terorisme pernah mengikuti latihan perang di Poso.
Artinya, kata Nawawi, polisi sudah tahu bahwa Poso itu menjadi salah satu tempat latihan perang oleh kelompok tertentu.
"Harusnya laporan intelijen itu segera diadaptasi oleh Kapolda untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan," katanya.