REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Menyusul insiden pesawat Suriah yang ditahan oleh pemerintah Turki, pengamat menilai akan berdampak besar pada hubungan Turki-Rusia. Mengingat pesawat yang singgah di Ankara tersebut dikirim dari Moscow menuju Damaskus.
Analis Turki, Sinan Ulgen menuturkan, Turki mengambil resiko tinggi dengan menahan pesawat Suriah. Dengannya, konflik Turki-Suriah dapat meluas ke negara lain. "Langkah tersebut sangat beresiko. Turki telah mengintervensi unilateral Suriah," ujarnya seperti dilansir Aljazirah
Ulgen mengatakan, resiko tersebut berdampak pada pasokan energi Turki. Pasalnya, negara di dua benua tersebut sangat bergantung pada Rusia dalam memenuhi kebutuhan energi. "Turki sangat bergantung pada Rusia baik sebagai pemasok kebutuhan energi maupun sebagai penghubung pasokan energi dari Eropa," ujarnya.
Tak hanya Rusia, Iran yang merupakan sekutu Suriah dapat pula merasa terintervensi. Ulgen mengatakan, 80 persen pasokan energi Turki berasal dari Rusia dan Iran. Belum lagi baik Rusia maupun Iran bersimpati besar pada Partai Pekerja Kurdi (PKK) yang sempat melakukan pemberontakan di Turki Tenggara beberapa bulan terakhir. Melalui PKK, keduanya dapat menyerang Turki.
"Kami mendapatkan 80 persen gas alam dari Iran dan Rusia. Belum lagi kartu PKK dapat digunakan oleh Iran melawan Turki. Sehingga Turki beresiko terlibat dalam operasi yang sangat besar," kata Ulgen.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Turki, Ahmet Davutoglu yakin insiden pesawat tak akan mengganggu hubungan Turki-Rusia. Penjagaan Turki terhadap warga sipil Suriah atas rezim Bashar Al-Assad menjadi alasan penahanan pesawat tersebut. "Kami tegas mengontrol pasokan senjata kepada rezim yang membunuh warga sipil. Atas tujuan tersebut, kami menggunakan otoritas penggunaan wilayah udara kami," ujarnya.