REPUBLIKA.CO.ID, DANVILLE -- Kebijakan Amerika Serikat terhadap negara Timur Tengah menjadi salah satu topik menarik dalam debat dua calon wakil presiden negeri paman Sam tersebut. Cawapres dari partai Demokrat, Joe Biden pun berselisih pendapat dengan cawapres dari partai Republik, Paul Ryan terkait nuklir di Iran.
Menurut Ryan, saat Barack Obama terpilih menjadi Presiden AS, Iran memiliki kekuatan material nuklir untuk membuat sebuah bom. Jika Obama terpilih kembali menjadi presiden, Iran dapat lebih memperkaya negara dengan senjata-senjata nuklir. Obama, kata Ryan, tidak kredible mengurus para tentara untuk melakukan operasi militer.
"Sekarang mereka (Iran) memiliki cukup waktu selama lima tahun untuk berlomba-lomba membuat senjata nuklir. Selama empat tahun mereka semakin menguasai kecakapan dalam persenjataan nuklir," tuturnya seperti yang dilansir oleh Reuters.
Menanggapi hal tersebut, Biden yang sekubu partai dengan Obama menyanggahnya. Menurutnya, Partai Republik tak akan sanggup mengatasi isu nuklir Iran sebagaimana kebijakan Obama dalam mencegahnya.
Selama ini menurut Biden, Partai Republik hanyalah mampu menggeretak namun tak pernah menghasilkan sesuatu dalam pembicaraan mereka.
"Bayangkan jika kita membiarkan kongres Republik bekerja diluar sanksi. Apakah kamu berpikir ada kemungkinan seluruh dunia akan bergabung dengan kita? Rusia dan Cina, dapat menjadi sekutu kita? Terdapat sanksi yang paling melemahkan dalam sejarah sanksi, yakni period," tuturnya.