REPUBLIKA.CO.ID, Dalam Bahasa Arab, menodong diistilahkan dengan gasab. Gasab berarti mengambil sesuatu yang merupakan hak milik orang lain secara lalim atau secara paksa dengan terang-terangan.
Ulama fikih menyatakan ada tiga bentuk hukuman yang dikenakan kepada pelaku gasab. Pertama, pelaku dikenakan dosa jika ia mengetahui bahwa barang yang diambilnya tersebut milik orang lain.
Kedua, apabila barang yang digasab itu masih utuh, wajib dikembalikan kepada pemiliknya. Ketiga, apabila barang itu rusak atau hilang karena dimanfaatkan maka ia dikenakan ganti rugi.
Kewajiban mengembalikan barang yang digasab apabila masih utuh didasarkan pada sabda Rasulullah SAW, "Orang yang mengambil harta orang lain berkewajiban untuk mengembalikannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadis riwayat Ibnu Majah dan Al-Baihaki dari Ibnu Abbas dikatakan, "Jangan sekali-kali seseorang mengambil harta saudaranya, baik secara sungguhan maupun secara main-main. Apabila seseorang mengambil harta orang lain, sekalipun sebentuk tongkat kecil, maka hendaklah dikembalikannya.”
Terdapat perbedaan pendapat ulama tentang pengembalian harta yang digasab tersebut apabila telah rusak atau habis.
Menurut ulama Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki, ganti rugi yang harus dibayarkan al-gasib (orang yang menggasabnya) apabila barang itu telah rusak atau habis dan jenis barang itu ada di pasar harus sesuai dengan jenis barang yang digasab itu, baik kualitas, kuantitas, ciri-ciri, dan bentuk barang itu.
Hukum ini disepakati oleh seluruh ulama fikih. Alasan mereka adalah firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah (2) ayat 194, “… barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu…”
Dalam Surah An-Nahl (16) ayat 126 Allah SWT berfirman, “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu…"