REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Peredaran foto pelaku penabrak pengendara Honda Jazz, Novi Amalia, dalam keadaan hanya menggunakan pakaian dalam melalui Blackberry Messenger (BBM) menuai protes dari sejumlah kalangan di Sulawesi Utara.
"Tidak etis foto tersebut, jika memang dia bersalah, hargai hak-hak dia sebagai manusia, masak sebagai tahanan difoto telanjang. Bagaimana mungkin polisi membiarkan ini," kata aktivis North Sulawesi Network, Michael Umbas, di Manado, Senin.
Dia mengatakan semua pihak harus memahami "equity before the law" karena kalau tidak berarti berlaku hukum rimba.
"Nanti ada yang berkata orang korupsi pun boleh ditelanjangi. Kan korupsi kejahatan luar biasa. Bayangkan jika Angie, Miranda, dan Rosa Manulang diperlakukan seperti itu," katanya.
Dia mengatakan siapa pun pelakunya tidak manusiawi, apalagi kalau hal tersebut dilakukan oleh aparat, mengingat posisi foto sedang diborgol. "Bukti tersebut bisa dilaporkan ke Kompolnas," katanya.
Pengacara Sofyan Jimmy Yosadi mengatakan peredaran foto tersebut merupakan bentuk "kekerasan" dan bertentangan dengan aturan hukum.
"Seorang tersangka wajib dilindungi dan dijaga oleh penyidik bukan dieksploitasi, dibiarkan telanjang atau ditelanjangi. Ini bisa digugat," katanya.
Sofyan mengatakan walaupun seseorang sudah membunuh tetapi sebagai tersangka mempunyai hak asasi untuk diberlakukan dengan baik.
"Hukum bukan balas dendam tetapi menimbulkan efek jera. Berantas tindak pidana bukan dengan melakukan tindak pidana baru," kata budayawan Tionghoa Sulut tersebut.
Sofyan mengatakan sebagai wujud HAM maka disebut rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan bukan penjara atau sel.
"Seorang teroris saja tidak bisa diperlakukan demikian. Kehormatan dan kemanusiaan melekat pada diri setiap orang. Ideologi Pancasila itu salah satu implementasinya ya humanisme," katanya.
Menurut dia, cukup sudah kasus Afriani yang dihukum melewati batas Undang-Undang Lalu Lintas karena penjatuhan hukuman bukan untuk balas dendam.
Pada Kamis (11/10), Novi yang mengendarai mobil Honda Jazz berwarna merah dengan pelat nomor B 1864 POP menabrak tujuh orang, termasuk seorang polisi, di kawasan Jakarta Barat.