REPUBLIKA.CO.ID, Fathi ad-Duraini, guru besar fikih di Universitas Damascus (Suriah), mengemukakan juga dua definisi, yang ringkas dan sederhana;
Yaitu, membandingkan beberapa pendapat agar diketahui persamaan dan perbedaannya dan diketahui pula dalil yang kuat dan lebih rasional dan yang komprehensif, menyeluruh, dan luas.
Juga upaya seorang mujtahid dalam mengungkapkan berbagai pendapat mazhab fikih tentang masalah tertentu setelah menjelaskan persamaan dan perbedaannya dengan mengemukakan dalil dan logika berpikir masing-masing.
Kemudian menganalisis setiap pendapat beserta dalilnya dan menguatkan salah satu pendapat atau memunculkan pendapat baru sesuai dengan dalil yang dianggap lebih kuat.
Contoh bahasan fikih muqaran adalah masalah mencuci bejana yang dijilat anjing. Rasulullah SAW bersabda, "Jika bejana seseorang di antara kamu dijilat anjing, maka cucilah dengan air tujuh kali, salah satu di antaranya dengan tanah'' (HR. Muslim).
Ulama sepakat bahwa perintah mencuci bejana ini disebabkan najisnya jilatan anjing. Namun, terdapat perbedaan pendapat tentang cara mencucinya.
Jumhur ulama menyatakan bahwa tata cara mencuci yang secara terperinci disebutkan dalam sabda Rasulullah SAW itu tidak boleh diubah, baik dikurangi atau ditambah.
Dalam usul fikih melaksanakan perintah atau petunjuk seperti ini termasuk dalam kategori dikerjakan sebagaimana adanya dan tidak bisa dimasuki logika.
Oleh sebab itu, bejana yang dijilat anjing tersebut harus dibasuh tujuh kali dan salah satu di antaranya dengan tanah. Dalam hadis ini, menurut mereka, ilat (alasan hukum)-nya tidak dapat ditangkap oleh logika.