REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Direktur Riset Charta Politika, Yunarto Wijaya mendorong agar partai politik berbasis Islam untuk membuka data mengenai prosentase kadernya yang terlibat kasus korupsi.
Dengan begitu masyarakat dapat melihat dan membandingkan mengenai tingkat korupsi partai berbasis Islam ketimbang partai berbasis nasionalis.
"Saya mendorong untuk partai Islam berani membuka data itu karena bisa membawa efek positif. Itu yang terjadi di negara maju,’’ katanya ketika dihubungi Selasa (16/10).
Data itu, lanjut dia, bisa menjadi ‘dagangan’ partai berbasis Islam untuk pemilu mendatang. Asalkan, memang ada yang mendukung hal itu. Masalahnya, Yunarto melihat saat ini belum ada lembaga survei yang berani menyimpulkan seperti itu.
Menurut dia, akan menjadi sangat baik jika partai berbasis Islam bisa menjual hal itu sebagai bagian dari track record-nya. Yaitu, ketika partai berbasis Islam menerjemahkan kerja ideologi mereka salah satunya yaitu mengedepankan kerja antikorupsi yang dibuktikan dengan angka kader yang terjerat kasus hukum selama lima atau 10 tahun terakhir.
Pasalnya, data survei mengenai partai korup yang dikeluarkan Seskab Dipo Alam dan berbagai LSM lain tidak bisa menjadi patokan.
Pasalnya, otomatis secara statistik jika partainya lebih kecil secara elektoral, maka jumlah anggotanya lebih sedikit. Jadi, mengacu data apa pun, hasil yang muncul akan lebih banyak dari partai nasionalis sebagai pihak yang dominan.
"Kalau kita mencari data apa pun, akan lebih banyak pasti partai nasionalis. Kecuali ada angka yang menyebutkan prosentase dari keseluruhan anggota partai Islam dibandingkan dengan prosentase keseluruhan anggota partai nasionalis yang korup dan tidak korup, ternyata lebih banyak partai nasionalis yang korup," papar dia.