REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Turunnya elektabilitas partai politik berbasis Islam dinilai tak hanya karena isu korupsi saja. Rendahnya kinerja partai berbasis Islam dalam merebut hati rakyat dan ketidakmampuan mereka dalam menjalankan performa sebagai partai berbasis Islam juga dianggap faktor penyebak..
Alhasil parpol Islam dinilai kerap tidak konsisten dengan apa yang menjadi ‘dagangan’ mereka pada saat kampanye. ‘’Itu untuk menjawab kenapa partai Islam yang tak banyak diberitakan terkena kasus korupsi, tapi tak peroleh suara signifikan,’’ jelas Sekjen Asosiasi Lembaga Survei se-Indonesia (Aropi), Umar S. Bakry ketika dihubungi, Selasa (16/10).
Dalam teori riset, jelasnya, preferensi seseorang terhadap partai dan tokoh politik dipengaruhi oleh persepsi yang ada pada dirinya. Jadi persepsi itu membentuk preferensi.
Masalahnya persepsi itu dibentuk oleh opini yang berkembang di media yang bertubi-tubi. Jadi masyarakat tidak mau capek-capek untuk mencari data dan cenderung menelan apa yang dikatakan media sebagai kebenaran. Prinsip itu pula yang menjelaskan penurunan suara di Partai Demokrat.
Namun untuk partai Islam, tak sesederhana itu. Pertama secara pemberitaan, tak banyak kader partai berbasis Islam yang terpapar media.
Penyebab lain rendahnya elektabilitas parpol Islam, menurut Umar, yakni representasi parpol Islam di daerah. Padahal, pada pemilu legislatif di daerah itu partai berbasis Islam keluar menjadi pemenang.
Kemudian kebijakan yang dikeluarkan dewan legislasinya tidak diwarnai oleh ciri keislaman yang sering didengungkan ketika mereka berkampanye. ‘’Partai Islam atau bukan, kebijakannya itu-itu juga. Jadi publik tidak merasa memiliki manfaat atau ada perbedaan signifikan dengan memilih partai Islam. Sehingga wajar ketika publik mulai meninggalkan partai Islam,’’ jelas Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional (LSN) tersebut.