REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penganiayaan pewarta di Riau dinilai sebagai bukti bahwa arogansi aparat TNI belum hilang. Hal ini akan semakin parah terjadi jika RUU Kamnas disahkan menjadi peraturan perundang-undangan.
"Belum RUU Kamnas disahkan, aparat TNI sudah menunjukkan tindakan arogan," jelas Ketua DPP PDIP, Trimedya Panjaitan, saat dihubungi, Selasa (16/10). Apalagi jika RUU tersebut disahkan, maka sikap arogansi aparat dikhawatirkannya akan semakin marak terjadi.
Alasannya mudah saja. Menurut Trimedya, sebuah insiden cukup dikategorikan ancaman terhadap keamanan nasional maka aparat TNI nantinya akan turun tangan. Tindakan apapun akan dilakukan dengan dalih menjaga keamanan nasional.
"Kalau pewarta dikategorikan mengancam keamanan nasional maka nantinya akan menjadi sasaran arogansi aparat, seperti yang terjadi di Riau saat meliput pesawat TNI AU yang jatuh," imbuh Wakil Ketua RUU Kamnas ini.
Ia menyatakan ada sekitar 22-24 pasal dalam RUU ini membuka peluang untuk disalahtafsirkan. "Tidak menutup kemungkinan sikap arogansi aparat dibenarkan melalui pasal-pasal tersebut. Nantinya korban akan bermunculan, seperti yang dialami pewarta tadi," jelas Trimedya.
Tiga wartawan mengalami penganiayaan oleh petugas berseragam TNI Angkatan Udara saat meliput jatuhnya pesawat Hawk 200 di kawasan Marpoyan, Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru, Riau.
Tiga wartawan tersebut yakni Didik, fotografer Riau Pos; Robi, wartawan Riau Televisi, dan Rian Anggoro, fotografer Antara. Akibat penganiayaan tersebut kamera milik ketiga wartawan tersebut dirampas petugas. Tidak hanya itu, petugas berseragam TNI itu juga melakukan pemukulan dan penganiayaan.