Selasa 16 Oct 2012 21:52 WIB

'Tanpa Lahan, Hingga Kiamat Pun Swasembada Gula tak Tercapai'

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Tanaman tebu
Foto: Syaiful Arif/Antara
Tanaman tebu

REPUBLIKA.CO.ID,

Gula adalah salah satu komoditas yang ditarget mencapai status swasembada. Namun hingga kini masalah lahan menjadi hambatan upaya produksi gula dalam negeri.

Dirut PTPN VII, Boyke Budiono mengatakan area tebu salah satu perusahaan negara di bidang gula kini berkurang sejak 2007 lalu. Dari semula luas lahan 9500 hektar, turun sekitar 5000 hektar.

Ia mengatakan, jika Indonesia tidak segera bertindak, roadmap swasembada gula akan sulit tercapai. Tahun ini, produksi PTPN VII hanya 61,58 ribu ton, meleset dari target 71 ribu ton.

Pelaku usaha menyadari capaian swasembada memerlukan investasi besar. Direktur Utama (Dirut) Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Ismed Hasan Putro mengatakan Indonesia tak mungkin bisa swasembada gula tanpa adanya lahan baru untuk membangun pabrik.

Menurut dia, jika pemerintah menyediakan lahan untuk perluasan pabrik gula, Indonesia bisa selangkah lebih dekat dengan swasembada gula. Setidaknya dibutuhkan 350 ribu hektar tanah, untuk eskpansi perkebunan dan pabrik gula agar bisa diperoleh produksi gula 5,7 ton pada tahun 2014.

Banyak BUMN lantas meminta diberi kesempatan untuk bisa mengimpor raw sugar guna mengisi kapasitas pabrik yang belum terpakai. Pasalnya, sebagian BUMN hanya mengolah gula yang berasal dari tebu petani sekitar enam bulan saja. Sisanya menganggur.

Jika BUMN bisa menggunakan secara penuh dari pengolahan raw sugar impor, BUMN bisa mendapatkan banyak keuntungan.

Ismed menggambarkan keuntungan yang diperoleh bisa mencapai Rp 350 per kg. Dari keuntungan tadi ia katakan bisa menambah investasi untuk membangun pabrik di luar jawa. “Tanpa begitu, sampai kiamat pun swasembada gula tak akan tercapai,” ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement