Sabtu 20 Oct 2012 07:00 WIB

Reformasi Pajak Perlu Ditingkatkan

Beban Pajak (ilustrasi)
Beban Pajak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,Tak terasa, satu dekade sudah reformasi birokrasi Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dijalankan. Langkah ini dimulai dengan dilaksanakannya modernisasi sistem dan struktur organisasi yang berorientasi pada fungsi, yaitu dengan diresmikannya Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar (Large Tax Office-LTO), pada 9 September 2002.  

Langkah ini disambut baik oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat bidang Fatwa Ma’ruf Amin. Menurut dia, sudah ada upaya dari Ditjen Pajak untuk melakukan reformasi tersebut. “Dulu banyak kebocoran-kebocoran. Namun, sekarang sudah ada upaya dari Ditjen Pajak untuk melakukan pengawasan guna mengurangi kebocoran-kebocoran itu,” kata Ma’ruf.

 

Menurut ulama lulusan Universitas Ibnu Chaldun ini, reformasi birokrasi perpajakan membutuhkan proses yang panjang dan tidak bisa langsung instan. Karena itu, langkah tersebut  harus terus didukung oleh masyarakat. Sementara itu,  bagi Ditjen Pajak, langkah ini harus terus dilanjutkan dan ditingkatkan.  

 

Ditjen Pajak memang tidak main-main dalam gerakan reformasi birokrasi yang digalakkannya. Sejak 2002, penerapan hukuman disiplin kepada pegawai yang menyalahgunakan wewenang terus diberlakukan dengan tegas. Lima tahun terakhir, jumlah pegawai yang terkena sanksi disiplin terus meningkat signifikan.

 

Pada 2007, jumlah pegawai yang terkena sanksi disiplin sebanyak 196 orang. Angka itu berlipat ganda pada tahun 2008 menjadi 406 orang. Pada 2009 dan 2010 berturut-turut Ditjen Pajak memberikan sanksi disiplin kepada 516 dan 657 pegawai. Sedangkan sepanjang 2012 ini, sudah ada 39 pegawai yang dijatuhkan sanksi.

 

Ma’ruf pun mengapresiasi langkah tersebut sebagai sebuah tren positif dari Ditjen Pajak untuk terus melakukan reformasi serta sejalan dengan gerakan anti korupsi. Pria kelahiran Tangerang ini pun menyarankan agar upaya tersebut terus dilaksanakan dan ditingkatkan. “Ditjen Pajak harus lebih intensif memerangi korupsi. Korupsi harus ditindak terus dan jangan diberi peluang,”  kata dia.

 

Dia juga mengakui sistem pengungkapan kasus (whistleblowing system) di Ditjen Pajak juga sudah berjalan dengan baik.  Hal ini terbukti dengan ditangkapnya sejumlah oknum pajak oleh KPK.  ”Prosesnya sudah benar,” kata dia. Dengan adanya whistleblowing system maka ada semacam upaya untuk mencegah seminimal mungkin potensi penyimpangan.

 

Ma’ruf menambahkan, semangat untuk melakukan reformasi perpajakan tentunya harus dibarengi dengan kepercayaan dan kesadaran dari masyarakat untuk membayar pajak.  ”Pajak adalah wujud partisipasi masyarakat untuk pembangunan nasional. Tanpa adanya pajak, pembangunan nasional akan dibangun pakai apa. Membayar pajak adalah salah satu kewajiban bagi masyarakat serta diperbolehkan dalam agama,” ujarnya.

 

Ke depannya, Ma’aruf menyarankan agar pelayanan pajak perlu ditingkatkan. “Pelayanan pajak saat ini sudah bagus namun masih perlu ditingkatkan. Pelayanan yang masih susah harus diperbaiki,” kata dia. Dia menyarankan untuk pelayanan pajak dengan menjemput bola. “Pelayanan perlu jemput bola supaya masyarakat merasa nyaman dan mudah dalam membayar pajak,” katanya. (adv)

sumber : Ditjen Pajak
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement