REPUBLIKA.CO.ID, Sedangkan ilmu hadis mempelajari perkataan, perbuatan, dan ketetapan itu dari sudut nilai kebenarannya, ditinjau dari sudut periwayat dan kandungannya.
Perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang dipandang paling benar disebut sahih dan yang diragukan kebenarannya disebut daif (lemah).
Tujuan penilaian itu ialah untuk mengetahui sejauhmana hadis tersebut dapat diaplikasikan sebagai landasan ajaran Islam.
Dari perbedaan demikian jelas bahwa kajian fikih sirah lain dengan kajian ilmu hadis. Kendati demikian, antara keduanya terdapat kaitan yang erat, karena fikih sirah juga menggunakan hadis yang dinilai kebenarannya oleh para ahli hadis sebagai objek kajiannya.
Kajian itu kemudian akan menghasilkan suatu pengertian yang dapat dijadikan pegangan oleh umat Islam.
Demikian pula dengan sejarah, yang menjadikan peristiwa yang dialami Nabi SAW sebagai salah satu objek kajiannya. Objek tersebut tidak berbeda dengan objek kajian fikih sirah. Akan tetapi, terdapat perbedaan antara fikih sfrah dan sejarah dari segi titik berat kajian masing-masing terhadap objek tersebut.
Sejarah lebih menitikberatkan kajiannya pada pemahaman dan interpretasi terhadap sebab suatu peristiwa dalam hidup Nabi Muhammad SAW serta kaitan antara berbagai peristiwa sehingga diperoleh suatu fenomena sejarah yang menggambarkan tokoh Nabi Muhammad SAW dan masyarakat yang melingkunginya.
Hal demikian berbeda dengan fikih sirah yang menitikberatkan kajiannya pada upaya untuk memahami, menginterpretasi, dan menghayati peristiwa yang dialami Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan pegangan hidup.
Dalam metode kajiannya, para penulis fikih sfrah berupaya mengkombinasikannya dengan metode ilmu hadis dan sejarah. Dari ilmu hadis, para penulis fikih sirah berupaya untuk mengambil metode penilaian terhadap suatu fakta yang dipandang berasal dari Nabi SAW.