Rabu 17 Oct 2012 17:00 WIB

Larang Siswi Berjilbab, Sekolah Rusia Diprotes

Rep: Agung Sasongko/ Red: Yudha Manggala P Putra
Muslimah Rusia
Foto: onsilam.net
Muslimah Rusia

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Keputusan sebuah sekolah di desa Kara-Tyube, Stavropol, Kauskaus Utara yang menghukum lima orang siswi karena mengenakan jilbab segera memicu protes komunitas Muslim. Putusan itu dianggap melanggar hak asasi.

Ayah dari siswi yang dihukum itu, Ravil Kaibaliyev menilai melepaskan jilbab hanya karena aturan sekolah merupakan hal yang tidak diterima dalam Islam. "Itu tidak dapat diterima dalam agama kami," kata dia seperti dikutip onislam.net, Rabu (17/10).

Yang membuat orang tua semakin geram adalah pihak sekolah sebelumnya memperbolehkan mereka untuk tetap masuk sekolah. Tiba-tiba, mereka tidak diperbolehkan masuk sekolah sebelum melepaskan jilbab yang dikenakan. 

Kepala sekolah, Marina Savchenko mengatakan larangan itu merupakan bentuk kebijakan sekolah. Bagi yang melanggar, maka harus menerima hukuman yang telah ditetapkan. "Kami tidak melarang mereka untuk mengenakan jilbab tapi ketika berada di kelas sebaiknya mereka lepas jilbab," kata dia. 

Departemen Pendidikan Rusia mendukung kebijakan itu. Alasannya, pihak sekolah diberikan wewnang untuk menentukan seragam sekolah yang diberlakukan.  Pihak sekolah juga diberikan hak untuk memberikan hukuman kepada setiap pelajar yang melanggar.

Akan tetapi Ombudsman Hak-hak Anak Rusia tidak sependapat. Juru bicara Ombudsman, Pavel Astakhow mengatakan jelas ada penerapan aturan berlebihan. Sebab, tidak ada aturan umum yang menentukan tata cara berpakaian siswa.  

"Biasanya, pihak sekolah memberikan toleransi. Namun, dalam kasus ini terlalu berlebihan," katanya,Kaibaliyev, bersama dengan orang tua lainnya, segera melaporkan kasus ini kepada kantor kejaksaan distrik. 

Mereka menuduh pihak sekolah telah melanggar hak konstitusional. Menanggapi laporan itu, pihak kejaksaan akan memprosesnya dalam waktu 30 hari. Setelah itu akan diputuskan apakah pihak sekolah melanggar atau tidak.

Juru bicara Dewan Mufti Stavropol, mengatakan larangan itu melanggar hak pelajar Muslim dalam mempraktekan agamanya. "Para orang tua harus memastikan para guru tidak membeda-bedakan anak didiknya," kata dia.

sumber : onislam.net
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement