REPUBLIKA.CO.ID, Di samping itu, ulama juga sepakat bahwa harta rampasan yang sudah dikuasai dan belum dibawa ke wilayah Islam, yaitu yang berupa barang konsumsi (makanan dan minuman), boleh dimanfaatkan, termasuk kayu bakar.
Alasan yang dianut jumhur ulama adalah firman Allah SWT, "Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (QS.Al-Anfal: 69).
Sejalan dengan itu Ibnu Umar berkata, "Dalam salah satu peperangan kami memperoleh madu dan anggur, kemudian kami makan dan tidak kami bagi-bagi.” (HR Bukhari).
Berkenaan dengan itu, Imam Malik berpendapat bahwa unta, sapi, dan kambing termasuk dalam kategori makanan yang bisa dimakan kaum Muslimin jika mereka berada di daerah musuh. Akan tetapi, menurut ulama Mazhab Hanafi, kebolehan itu disebabkan pemanfaatan seperti itu merupakan kebutuhan umum para tentara, baik kaya maupun miskin.
Menurut mereka, kebutuhan itu mendatangkan keadaan darurat. Karena alasan darurat, maka pemanfaatan itu hanya diperkenankan sejauh kebutuhan saat itu sudah terpenuhi, dan hanya berhubungan dengan konsumsi.
Di luar barang-barang konsumtif itu, ulama juga sepakat bahwa harta itu tidak boleh dimanfaatkan oleh tentara. Mereka juga sepakat, apabila terdapat harta ghanimah, seperti senjata atau hewan, yang tidak mungkin dibawa ke wilayah Islam karena adanya kesulitan tertentu, maka tentara Islam diperintahkan untuk menyembelih dan merusak senjata itu. Hal itu dimaksudkan agar barang-barang itu tidak dapat dimanfaatkan lagi oleh musuh.
Pembagian Ghanimah
Tata cara pembagian ghanimah sudah diatur di dalam Alquran pada surah Al-Anfal (8) ayat 41 seperti tersebut di atas. Harta ghanimah itu pertama-tama dibagi menjadi lima bagian. Seperlima menjadi hak Allah SWT sebagaimana tersebut di dalam ayat di atas.
Adapun sisanya yang betjumlah empat perlima dibagi-bagikan kepada tentara, sesuai dengan hadis Nabi SAW, "Seperlima untuk Allah dan empat perlima lainnya untuk tentara." (HR. Bukhari). Hal ini dianut oleh jumhur ulama.