REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) akan membantu Lebanon menyelidiki serangan bom mobil di Beirut, pekan lalu. Serangan bom itu telah menewaskan kepala keamanan dalam negeri, seorang kritikus gigih Suriah.
Menteri Luar Negeri AS ,Hillary Clinton, Ahad (21/10) waktu setempat, berbicara melalui telepon dengan Perdana Menteri Lebanon, Najib Mikati, untuk kembali mengutuk serangan hari Jumat (19/10) yang menewaskan Jenderal Wissam al-Hassan dan dua orang lainnya, kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri Victoria Nuland.
"Hillary dan Mikati sepakat bahwa AS akan memberikan bantuan dalam penyelidikan pemboman itu," tambah Nuland, seperti dilansir AFP.
Pada Jumat, Amerika Serikat mengutuk ledakan itu sebagai serangan teror, dan pada Ahad, Hillary menekankan komitmen Amerika Serikat untuk stabilitas, kemandirian, kedaulatan, dan keamanan Lebanon.
Di Beirut, polisi Lebanon menembakkan senjata ke udara dan menggunakan gas air mata untuk mengusir para pengunjuk rasa yang berusaha menerobos kantor Mikati, di tengah seruan agar dia mundur setelah serangan mematikan itu.
Pemakaman Hassan, pada Ahad, telah ditandai sebagai protes terhadap campur tangan Suriah di Lebanon, tetapi dengan cepat berubah menjadi kemarahan Mikati, yang pemerintahnya didominasi oleh pihak pro-Suriah.
Meskipun terdapat seruan-seruan baginya untuk berhenti, Mikati mengatakan, ia akan tetap memenuhi permintaan Presiden Michel Sleiman untuk menghindari kekosongan politik di Lebanon yang bergejolak.
Pihak oposisi menyalahkan Presiden Suriah Bashar al-Assad untuk serangan Jumat itu, seperti yang terjadi pada tahun 2005 ketika mantan perdana Rafiq Hariri tewas dalam ledakan besar di Beirut.