REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNG JABUNG TIMUR -- PBNU menilai aksi teror di Poso yang belakangan marak terjadi disebabkan proses deradikalisasi belum berjalan masif.
Program ini hanya melibatkan unsur pemerintah tanpa melibatkan ormas yang sejatinya dapat terjun langsung menyentuh pegiat perjuangan berbasis agama.
"Karena tidak masif, akhirnya aksi teror masih saja terjadi," jelas Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, Imdadun Rahmat, saat dihubungi, Senin (22/10). Menurutnya, program ini harus melibatkan ormas yang langsung berkecimpung dalam ideologi garis keras berbasis agama. Keterlibatan mereka akan semakin mudah membuka akses pemetaan siapa saja dan di daerah mana saja ideologi garis keras berbasis agama.
Imdad menyatakan tidak mungkin hanya melibatkan pemerintah dan beberapa ormas, karena program ini baru masif dijalankan jika semua unsur masyarakat dilibatkan. Bayangkan, jelasnya, sekitar seratus ribu orang dicurigai masih menganut ideologi garis keras berbasis agama. "Ini memprihatinkan," paparnya.
Proses deradikalisasi menurutnyua mengalami hambatan karena keterbatasan dana pemerintah. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memang memiliki program pencegahan terorisme bekerjasama dengan sejumlah ormas. "Tujuannya membentengi ormas dari inflitrasi ideologi garis keras berbasis agama," paparnya.
Ada juga program deradikalisasi itu sendiri. Tujuannya adalah penyadaran kepada eks teroris yang di penjara atau sudah bebas. Persoalannya, menurut Imdad, antara orang-orang yang disentuh dengan target yang harus dicapai tidak seimbang. Sementara itu, ormas garis keras semakin memberikan lahan subur tumbuhnya radikalisme agama.