REPUBLIKA.CO.ID, JATINEGARA--Masalah banjir kiriman seolah menjadi persoalan klasik yang menjadi momok warga, terutama warga yang bermukim di pingggir kali. Banjir kiriman ini terjadi pada warga di Kampung Pulo, Jalan Jatinegara Barat, Jatinegara, Jakarta Timur.
Seorang warga di Kampung Pulo Gang V Rukun Tetangga (RT) 04, Rukun Warga (RW) 03, Nurdin (52 tahun) mengatakan, banjir sudah terjadi sejak dirinya lahir.Tetapi tidak seperti dulu,banjir sekarang sudah parah.
Nurdin menjelaskan itu tergantung besar kiriman air dari Bogor dan Depok, Jawa Barat. “Tadi saja sudah mulai banjir mulai jam 03.00 sampai jam 04.00 WIB,” ujar Nurdin kepada Republika, Senin (22/10).
Nurdin menambahkan banjir tadi pagi tingginya mencapai hampir selutut. Sambil membersihkan rumahnya yang masih tergenang air, Nurdin menceritakan banjir paling besar yang dia alami adalah banjir ketika tahun 1996, 2002, dan 2007 lalu.
“Waktu itu banjir sampai tujuh meter, di lantai dua saja tingginya sampai seleher,” ucap Nurdin. Nurdin menuturkan, jika semakin masuk ke dalam pemukiman warga, maka banjir semakin dalam.
“Ada (tetangga) yang seluruh rumahnya sampai terendam air,” kata Nurdin.
Sepengetahuan Nurdin, banjir melanda seluruh rumah warga di gang V. Bahkan tidak hanya banjir air, banjir kali ini juga meninggalkan lumpur warna coklat.
Untuk itu, jika menjelang musim penghujan, Nurdin menyimpan barang-barang berharganya seperti barang elektronik di lantai dua rumahnya. Meski sudah menjadi langganan banjir, tetapi Nurdin mengaku dirinya tidak dapat berbuat banyak.
Dirinya juga enggan pindah karena lahir dan besar di daerah sini. Selain itu dirinya sudah dekat dengan warga dan saudaranya. Nurdin mengaku sejak awal hingga saat ini belum ada bantuan dari dinas terkait.
“Saya hanya mendengar ada rencana relokasi rumah (dari Gubernur DKI Jakarta), saya tidak keberatan asalkan layak huni,” kata Nurdin. Nurdin berharap rencana tersebut segera direalisasikan yaitu relokasi ke rumah layak huni.
Warga Kampung Pulo III RT 13 RW 03, Dhawiyah mengatakan, dirinya selalu merasa was-was jika memasuki musim penghujan. Sejak Dhawiyah tinggal di daerah tersebut, rumahnya selalu banjir karena adanya hujan di Depok atau Bogor.
“Tadi air mulai masuk rumah saya sejak pukul 06.00 WIB,” ucap Dhawiyah. Ia menambahkan, jika ketinggian air dua meter lebih, maka dipastikan air masuk ke rumahnya.
Dhawiyah mengaku dirinya sudah menguras dan meninggikan rumahnya, tetapi tetap saja terendam air jika ada banjir kiriman kota tetangga seperti Depok, dan Bogor.
Dhawiyah menjelaskan, banjir pada tahun 2006 dan 2007 silam adalah banjir yang paling parah. Tinggi air sampai tujuh meter, dan berhasil merusak barang-barang berharganya. “Gara-gara banjir, barang-barang elektronik, dan surat nikah rusak. Banjir juga membuat cat tembok saya rusak,” kata Dhawiyah.
Sedangkan warga yang hanya memiliki rumah berlantai satu terpaksa mengungsi dan membawa barang-barangnya ke tempat yang lebih aman seperti di atas atap rumah, atau di masjid.
Sebenarnya Dhawiyah ingin pindah rumah jika banjir, tetapi dirinya tidak memiliki uang untuk membeli rumah baru. Untuk itu Dhawiyah sudah mengantisipasi jika menjelang musim penghujan, barang-barang berharganya di angkut ke lantai dua di rumahnya.
“Ini masih lebih baik karena air sudah cepat surut, biasanya lama,” ucap Dhawiyah. Dhawiyah mengaku sejak dulu hingga saat ini belum ada bantuan dari dinas terkait.
“Saya agak kesal kepada dinas terkait, karena belum menempatkan pompa penyedot atau membantu meninggikan rumah warga,” ujar Dhawiyah. Dhawiyah berharap kepada dinas terkait supaya melakukan tindakan supaya rumah warga tidak kebanjiran lagi.
“Saya juga iba kepada tetangga saya karena rumahnya yang semi permanen hanyut dan roboh gara-gara banjir,” ujar Dhawiyah menjelaskan. Kalaupun ada rencana relokasi, Dhawiyah meminta rumah biasa, bukan rumah susun.