Senin 22 Oct 2012 14:17 WIB

Pertempuran Terakhir Obama dan Romney: Kebijakan Luar Negeri

Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama (kiri) menyela ucapan kandidat presiden, Mitt Romney, dalam debat kepresidenan kedua di Hempstead, New York, Selasa malam (Rabu pagi WIB)
Foto: Reuters/Jason Reed
Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama (kiri) menyela ucapan kandidat presiden, Mitt Romney, dalam debat kepresidenan kedua di Hempstead, New York, Selasa malam (Rabu pagi WIB)

REPUBLIKA.CO.ID, BOCA RATON, FLORIDA -- Setelah melewati hari-hari yang padat, dua debat yang sengit, dan beberapa bulan kampanye pahit yang panjang, Barack Obama dan Mitt Romney akan berhadapan pada debat ketiga, yang merupakan pertempuran akhir untuk menuju Gedung Putih, Senin (22/10).

Pertarungan terakhir ini akan fokus mengulas mengenai kebijakan luar negeri, presiden dan penantangnya dari Partai Republik tidak akan ragu berargumentasi mengenai kelemahan keamanan di Libya, bagaimana membuat pertahanan Iran, krisis yang bergolak di Suriah, peningkatan Cina, dan mengakhiri perang Afganistan.

Ini akan menjadi kesempatan terbaik bagi Romney untuk mengkritisi kelemahan dari langkah-langkah Obama dalam menangani serangan 11 September Kedutaan Amerika Serikat di Benghazi, Libya yang menewaskan Duta Besar.

Romney akan berhadapan dan bertarung untuk menekan kasus serangan di Libya dan kekerasan Anti Amerika di Timur Tengah, yang menandakan kebijakan luar negeri Obama terungkap di depan mata kita.

Romney adalah mantan pengusaha yang tampil lebih nyaman dengan persoalan ekonomi. Dia terkecoh beberapa kali pada isu-isu internasional, dan perjalanan ke luar negerinya musim panas lalu banyak menuai kritikan.

Namun, Obama juga memiliki masalah, hasil jajak pendapat Pew Research Center menunjukkan bahwa keunggulannya pada kebijakan luar negeri menyusut empat poin dari Romney, setelah naik 15 poin pada bulan lalu.

Misi Obama adalah mengingatkan kembali warga Amerika tentang kesuksesannya memimpin untuk mengakhiri perang Irak dan menetralisir Usamah bin Ladin, sementara itu, saingan sebelumnya George W. Bush tidak memiliki pengalaman atau mengambil keputusan apapun dalam mengarahkan bangsa untuk keluar dari krisis.

Bertarung di negara bagian Florida adalah medan pertempuran yang cocok untuk acara utama, yang diselenggarakan 15 hari sebelum pemilihan dan menjanjikan untuk memiliki penonton paling banyak selama 90 menit dari keseluruhan kampanye pada 2012.

Dengan unggulnya Romney pada pertemuan pertama di Colorado, dan Obama kembali menguat pada pertemuan terbuka kedua di New York, pertemuan ketiga akan sangat monumental.

Hasil jajak pendapat baru dari NBC/ Wall Street Journal menambah situasi semakin dramatis, yang menunjukkan bahwa setelah debat kedua, pesaing terpuruk, hanya 47 persen dukungan suara di antara pemilih.

Bahkan dengan fokus mengenai hubungan internasional, kedua kubu mengaku bahwa kedua kandidar akan kembali melihat pada isu-isu yang mendesak bagi pemilih, menurut ekonomi AS.

"Saya pikir hal yang paling penting yang dapat kami lakukan sebagai sebuah negara dalam kebijakan luar negeri adalah memperkuat perekonomian di rumah kami sendiri," kata Chicago Mayor Rahm Emanuel, Mantan Kepala Staf Obama, Ahad (21/10).

Romney telah berbicara berkali-kali tentang bagaimana proyek kekuatan ekonomi domestik Amerika Serikat dan kepemimpinan luar negeri. Dia dan Obama akan menghadapi pertanyaan-pertanyaan tentang krisis yang terjadi seperti di Libya, yang tetap memanas selama enam minggu setelah serangan 11 September.

Banyak analis mengatakan Obama dikalahkan Romney pada masalah Libya pada debat kedua mereka, ketika Romney menuduh presiden menunda dua minggu penuh untuk menggambarkan bahwa serangan Benghazi sebagai terorisme.

Obama menyerang kembali dengan menyebut kejadian tersebut adalah aksi teror pada hari setelah serangan terjadi, menantang Romney untuk memeriksa salinan dan mencaci bahwa dia telah mengambil keuntungan politik dari serangan itu.

Romney akan berusaha memberi tekanan kepada Obama tentang Iran dan program nuklir, dengan alasan bahwa kelemahan presiden telah membuat Teheran semakin berani, dan jika Romney terpilih, dia akan bekerja untuk mencegah adanya Republik Islam dari kemampuan memperoleh senjata nuklir, batas lebih rendah dari yang dianjurkan Gedung Putih.

Rumitnya skenario tersebut, hanya 48 jam sebelum debat, The New York Times melaporkan bahwa para pejabat Amerika Serikat mengatakan Iran telah siap untuk berbicara dengan Washington.

Gedung Putih memiliki cerita, tapi para pengganti dari Partai Republik menggunakan ini untuk memperingati Obama tentang mengisolasi sekutu potensial, yang telah bekerja selama bertahun-tahun agar Iran menghentikan program nuklirnya.

"Hal lain yang membuat menarik cerita, jika itu akurat, kedengarannya seperti Amerika Serikat mengambil posisi bahwa kami cenderung untuk menyingkirkan sekutu," kata Senator Rob Portman kepada pertemuan dengan NBC, Ahad (21/10). "Hal terakhir yang kita ingin lakukan adalah meninggalkan sekutu kami soal ini dan membuat negosiasi satu per satu," kata Portman.

sumber : Antara/AFP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement