REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak pihak swasta masih enggan untuk menyalurkan minatnya berinvestasi di sektor infrastruktur. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi, menjelaskan bahwa aturan usaha di Indonesia masih tidak jelas, sehingga menimbulkan ketidakpastian untuk pengusaha.
"Kita enggak berani ambil resikonya. Duitnya banyak, jangka panjang tapi policy-nya berubah-ubah," ujar Sofjan di sela diskusi panel bertajuk Indonesia and APECs Regional and Global Opportunities di Jakarta, Senin (22/10).
Sofjan menjelaskan, peraturan yang dibuat seringkali diganti jika rezimnya berganti. Selain itu, kalau pun ada aturan, maka pelaksanaan di lapangan tidak sesuai.
Selain peraturan, soal lahan seringkali menjadi kendala bagi pengusaha untuk ikut membangun infrastruktur. Menurutnya, peraturan presiden tentang lahan yang baru ditandatangani pun tidak menjamin kesulitan lahan bisa teratasi. Faktor implementasi di lapangan pun dinilai Sofjan menjadi kelemahan dari beleid-beleid tersebut.
Oleh karena itu, Sofjan menjelaskan, berinvestasi untuk sektor infrastruktur di Indonesia merupakan resiko yang besar di mata pengusaha. "Memangnya kita jual beli kacang? Kalau itu bisa," tukas Sofjan.
Sofjan meminta kepada pemerintah untuk membentuk semacam badan koordinasi penyelenggara infrastruktur. Tujuannya, ujar Sofjan, supaya proyek-proyek yang bakal dilakukan bisa dipercepat. Menurutnya, Komite Percepatan Pembangunan dan Perluasan Ekonomi tidak efektif. Pasalnya, komite tersebut terbukti tidak efektif dengan mandeknya proyek-proyek infrastruktur di daerah.