REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis Migrant Care tak sependapat bila rendahnya pendidikan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dijadikan alasan timbulnya penderitaan TKI di negara tujuan kerja. Menurut Migrant Care, meski rata-rata pendidikan para TKI hanya mencapai Sekolah Dasar (SD), tetapi mereka dibekali keterampilan penunjang pekerjaan.
"Mereka memang berpendidikan rendah, tapi bukan berarti tidak cakap. Mereka hanya dibodohi," ujar Divisi Advokasi Perwakilan Migrant Care, Nur Hasono, di Jakarta, Selasa (23/10).
Hasono menyebut, banyaknya permasalahan yang membelit TKI justru akibat minimnya informasi yang disediakan oleh negara. "Informasi mengenai tata cara menjadi TKI hingga standarisasi biaya yang dibutuhkan tidak disediakan oleh negara," ucapnya. Alhasil, banyak urusan pemberangkatan TKI yang 'diambil alih' oleh calo.
Menurutnya, para TKI cukup memiliki pengetahuan kultur budaya yang akan dituju. Hanya saja visi perlindungan yang masih lemah dari Pemerintah Indonesia membuat para TKI kurang terlindungi hak dan keselamatannya. "Yang penting adalah visi perlindungan. Kalau ini sudah ada, maka TKI akan aman," katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Hasono mengatakan, penderitaan TKI yang kerap terjadi adalah akibat dari kekeliruan cara pandang pemerintah saat orde baru yang melegitimasi pengiriman TKI sebagai cara mengurangi pengangguran dan kemiskinan. "Paradigma ini membuat masyarakat di daerah berlomba-lomba mencari nafkah ke luar negeri demi menghidupi keluarganya," ucapnya.