Selasa 23 Oct 2012 19:54 WIB

Pemerintah Ngotot RUU Kamnas Dibahas

Rep: Aghia Khumaesi/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
 Petugas kepolisian berjaga mengamankan aksi unjukrasa menolak RUU Keamanan Nasional (Kamnas) di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/10).  (Tahta Aidilla/Republika)
Petugas kepolisian berjaga mengamankan aksi unjukrasa menolak RUU Keamanan Nasional (Kamnas) di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/10). (Tahta Aidilla/Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pemerintah tetap ngotot menginginkan agar draf RUU Kamnas dibahas dan dilanjutkan.  Alasan itulah pemerintah memangkas lima pasal dalam draf ruu tersebut yang semula berisi 60 pasal  menjadi 55 pasal.

Menkum HAM Amir Syamsuddin mengatakan bahwa perbaikan draf RUU Kamnas tidak akan mengembalikan supremasi TNI ke zaman orde baru.

Karena itu, dirinya menyarankan pada semua pihak khususnya DPR untuk membaca secara detail draf perbaikan RUU tersebut. Ia meyakinkan bahwa  tidak ada pembahasannya pasal-pasal yang dianggap mengkhawatirkan dalam RUU tersebut.

Amir menjamin bahwa supremasi sipil tidak akan terusik dan tidak adanya degradasi Polri terlebih, overlaping (tumpang tindih) UU,"Kalau dibaca jelas itu tidak ada. Kemudian, akan terjadi suatu degradasi gak ada," ujarnya menegaskan.

Ia juga menepis anggapan yang mengatakan RUU tersebut tumpang tindih beberapa UU yang lain, UU inteligen negara, UU PKS (pengendalian konflik sosial) s

"Apabila (sudah)  membaca dengan teliti draftnya kita jadwalkan satu hari diskusi sehingga dinamika yang muncul bisa terbuka ikut membantu tersosialisasikan RUU ini kepada masyarakat. Belum menjadi UU tapi sudah dikenal akan lebih baik," ujarnya di Gedung Parlemen Jakarta, Selasa (23/10).

Sementara Menhan Purnomo Yusgiantoro menegaskan bahwa dalam draf perbaikan RUU Kamnas tidak terdapat pasal-pasal yang mengandung ancaman nasional.

Dia juga mengaku akan menerima apapun yang diputuskan oleh DPR. Karena, dalam pembahasan RUU tingkat satu antara pemerintah dengan DPR itu memang selalu ada ruang terbuka bagi suatu pembahasan perubahan dalam pasal.

"Ancaman nasional yang dimaksud itu kaau sifatnya publik tetep domain polisi. Ini tidak dikarang lagi. Ada mekanisme baru. Bukan lunak melunak,"ungkapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement