REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG – Semangat yang ditunjukkan oleh siswa-siswi sekolah di Tangerang Selatan untuk mendalami ilmu-ilmu PMI cukup tinggi. Namun sayang, kondisi ini tak dibarengi dengan ketersediaan pelatih.
Kepala Bagian Pelayanan kesehatan sosial PMI Kota Tangsel, Bambang S, mengatakan pelatih yang mereka miliki untuk 50 sekolah ini hanya ada 18 orang. Padahal, tugas pelatih amat berat.
Setiap seminggu sekali sesuai jadwal ekskul masing-masing sekolah, pelatih memberikan pengetahuan seputar menjadi relawan PMI.
Selain itu, tentunya semua itu dilakukan bersamaan dengan praktik yang cukup menguras energi.
“Semuanya dilakukan sendiri, dan tanpa digaji,” kata Bambang kepada ROL, Rabu (24/10).
Alhasil, dengan jumlah yang hanya ada 18 pelatih, terkadang satu orang pelatih harus memberi pendidikan pada siswa di dua sampai empat sekolah berbeda.
Hal tersebut, menurut Bambang, kadang membuat para pelatih merasa berat dan kelelahan dalam memberikan pelatihan pada puluhan murid di sekolah. “Malah beberapa dari mereka dalam seminggu harus memberikan pelatihan sebanyak tiga kali di sekolah yang berbeda,” imbuhnya.
Dalam pandangannya, tentu hal ini menjadi amat berat bagi pelatih bersangkutan. Sehingga tak jarang diantara para pelatih ini ada yang memilih mengundurkan diri.
Kenyataan ini, menurut Bambang, semakin runyam dengan kebijakan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan, yang ‘mewajibkan’ seluruh sekolah dari jenjang SMP sampai SMA memiliki ekskul PMR.