REPUBLIKA.CO.ID, Adapun ijtihad tatbiqi berangkat dari hasil ijtihad istinbati (upaya penggalian hukum dari Alquran dan sunah Rasulullah SAW), kemudian baru dilakukan penelitian dan pengkajian terhadap masalah yang muncul dalam masyarakat.
Dengan demikian ditemukan suatu pemecahan yang sesuai antara masalah yang ada dan apa yang terdapat di dalam ayat-ayat Alquran ataupun hadis Rasulullah SAW.
Sebagai contoh, Imam asy-Syatibi mengemukakan masalah penerapan surah at-Talaq (65) ayat 2, "Apabila mereka telah mendekati akhir idahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu.”
Menurutnya, ayat tersebut memberi petunjuk bahwa orang yang akan dijadikan saksi harus bersifat adil. Untuk itu, seorang mujtahid harus mengetahui lebih dahulu sifat adil yang dimaksud oleh ayat tersebut.
Langkah selanjutnya adalah meneliti pada diri siapa sifat adil itu didapati, karena manusia senantiasa berkembang dan berubah.
Dalam hal ini, ajaran Alquran yang mengharuskan bersifat adil bagi saksi tetap lestari dan akan mencari sasarannya yang serasi.
Sebenarnya fikih waqi' tidak jauh berbeda dengan fatwa. Hanya saja fikih waqi’ memiliki makna yang lebih luas daripada fatwa. Fikih waqi' mencakup cara kerja untuk menghasilkan fatwa dan juga penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, baik oleh pribadi maupun masyarakat.
Bahkan lebih dari itu, fikih waqi’ juga mencakup segala bentuk penerapan produk hukum yang bersumber dari Allah SWT dan Rasul-Nya dalam kehidupan sehari-hari, secara individual ataupun secara bersama.