REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR, Lili Wahid, meminta pemerintah jangan membicarakan RUU Kamnas jika kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa yang terjadi 1997-1998 lalu belum tuntas.
"Kalau kasus ini belum selesai, jangan harap ada pembicaraan RUU Kamnas di DPR," ujar Lili pada diskusi Kontras soal Kasus Penculikan dan Penghilangan Orang Secara Paksa Periode 1997-1998 di press room Gedung Nusantara III DPR RI, beberapa waktu lalu.
Lili menyayangkan belum selesainya kasus orang hilang tersebut, apalagi di tengah pro-kontra RUU Kamnas. Bagaimana mau ngomongin RUU Kamnas. Kalau orang hilang masih belum beres? Apalagi ini pemerintah malah memasukan momok itu dalam RUU Kamnas. Berikanlah rasa aman dan nyaman dalam masyarakat terlebih dahulu dengan menuntaskan masalah ini," ujar Lili.
Lili meminta kepada pemerintah agar segera menuntaskan kasus yang terjadi 15 tahun lalu itu. "Keluarga korban perlu kepastian. Jika pemerintah tidak sanggup, katakanlah secara jujur pada masyarakat, pada keluarga korban khususnya," kata Lili.
Sementara itu, Paian Siahaan, ayah Ucok Munandar Siahaan, mahasiswa Perbanas korban penculikan dan penghilangan orang secara paksa tahun 1998, meminta agar pemerintah segera mencari di mana keberadaan putranya. "Kami keluarga korban apa yang bisa kami lakukan selain memohon agar dilakukan pencarian supaya status anak kami jelas apalah masih hidup atau tidak. Jika sudah tiada, maka kami akan lakukan prosesi selanjutnya," tutur Paian.
Pada 30 September 2009, DPR telah mengirimkan surat resmi kepada Presiden SBY agar menindaklanjuti empat rekomendasi DPR, yaitu membentuk pengadilan HAM Ad Hoc, melakukan pencarian 13 korban yang masih hilang, merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban yang hilang, dan meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa. Namun hingga hari ini, keempat rekomendasi tersebut belum juga dilaksanakan pemerintah.