REPUBLIKA.CO.ID, Setiap musim haji, tiga kapal kongsi miliki Belanda, yaitu Rotterdamsche Llyod, Stoomvaartmatschappij Nederland, dan Stoomvaartmatschappi Oceaan akan merapat untuk membawa jamaah haji dari wilayah Sumatra.
Pada 1910, Belanda mendirikan pelabuhan Teluk Bayur. Belanda juga membuat jalan batu melewati lahan Masjid Raya Ganting. Hampir sepertiga luas tanah wakaf untuk masjid ini digunakan sebagai jalan.
Sebagai kompensasi atas tanah tersebut, Belanda membantu mengembangkan masjid ini melalui Komandan Korps Genie wilayah pesisir Barat Sumatra yang kekuasaannya meliputi Sumatra Barat dan Tapanuli pada saat ini.
Peran penting
Sejak dulu, masjid ini memang memiliki peran penting. Selain sebagai lokasi pengembangan pulau Sumatra, masjid ini juga berperan dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan di Padang.
Sebelum Perang Padri, tepatnya pada 1918, para ulama Minangkabau menggelar pertemuan di Masjid Raya Ganting. Mereka membahas langkah-langkah yang akan ditempuh untuk memurnikan ajaran Islam dari pemahaman mistik dan karafat.
Pada 1921, Abdul Karim Amrullah mendirikan Sekolah Thawalib di dalam pekarangan masjid sebagai sarana pendidikan agama bagi masyarakat Padang saat itu. Alumni sekolah ini kemudian mendirikan Persatuan Muslim Indonesia (Permi) yang merupakan cikal bakal Partai Masyumi.
Masjid ini juga dijadikan lokasi jambore nasional pertama gerakan kepanduan Muhammadiyah Hizbul Wathan, pada 1932.