REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam dua tahun terakhir, pemerintah belum membayarkan ganti rugi yang diakibatkan oleh kekalahan negara di pengadilan. Pemerintah harus segera melunasi hutang tersebut.
"Jika memang putusannya sudah inkracht, maka negara harus mematuhi putusan pengadilan. Artinya jika memang harus bayar, ya harus dibayar. Itulah ciri negara baik yang mematuhi putusan hukum," kata Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, saat dihubungi ROL, Senin (29/10).
Feri mengatakan, walaupun pemerintah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dari putusan pengadilan, tetapi tidak mengurangi putusan yang telah dikeluarkan oleh pengadilan. Karena itu, meski hasil PK belum keluar, pemerintah tetap harus menjalani putusan pengadilan yang pertama.
Menurut Feri, kekalahan pemerintah di pengadilan itu harus menjadi evaluasi. Pemerintah harus benar-benar teliti terhadap setiap kebijakan yang dikeluarkannya. "Ya, ini menjadi pembelajaran pemerintah agar setiap kebijakannya tidak rawan digugat," tegasnya.
Kementerian Keuangan mencadangkan Rp 250 milliar pada APBN 2013 untuk membayar perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap selama 2012. Dalam dua tahun terakhir, Sekretaris Jendral Kemenkeu, Ki Agus Ahmad Badarudin, mengaku belum membayarkan ganti rugi yang diakibat oleh kekalahan negara di pengadilan.
"Untuk tuntutan hukum dianggarkan Rp 250 milliar. Tapi dua tahun terakhir belum ada yang dibayar dan enggak gampang menuntut negara," jelas Ki Agus saat jumpa pers di gedung Radius Prawiro, Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (29/10).
Meski ada perkara hukum yang sudah inkracht, Ki Agus mengungkapkan masih menyiapkan langkah hukum selanjutnya, yakni peninjauan kembali untuk perkara-perkara yang melawan pemerintah.